11 Desember 2015
On 22.55 by Anwar in kreatifitas, teknologi
Satu lagi karya anak bangsa lahir dari Lampung. Tungku sederhana ini bisa untuk memasak hanya dengan sebatang kayu. Saking hematnya, sehingga dengan satu batang kayu tersebut sudah cukup untuk memasak nasi dan air. Tungku ini menekankan panas yang maksimal.
Setelah api menyala, akan memanasi dinding dalam
tungku, sehingga panas api menjalar di dinding. Bahan baku tungku ini
kemungkinan campuran antara lempung dengan bahan-bahan lainnya yang mudah
panas. Dengan panas yang maksimal, maka akan disimpan di dinding tungku bagian
dalam, alias tidak mudah menguap keluar.
Bisa jadi desain dari tungku ini memungkinkan panas dalam tungku
tidak mudah terdinginkan oleh udara luar. Prinsip ini menyerupai termos air
panas, di mana dengan tabung kaca, maka air dalam termos akan bisa bertahan
panas relatif lama.
Seperti tungku dengan bahan baku tanah liat
lainnya, kelemahan tungku ini memiliki massa yang relatif berat, dan tidak
tahan benturan. Namun, sebagai industri rakyat , tungku ini betul-betul
merakyat karena harganya jauh di bawah kompor gas, hanya berkisar Rp 50.000,-
per unit. Sehingga tungku lampung ini sangat cocok di daerah perdesaan, di mana
masih banyak bahan bakar kayu, mudah dan murah meriah. (ant)
20 Februari 2015
On 00.10 by Anwar in kreatifitas
Kalau di masa silam antara bisnis dan sosial seolah-olah merupakan dua kegiatan yang tidak bisa bersatu. Bahkan, ada yang mempertentangkan antara keduanya. Alhamdulillah, Perkembangan berikutnya adalah bagaimana kegiatan bisnis memiliki tanggung jawab sosial, mengingat keberadaan sektor bisnis sangat tergantung dengan keadaan sosial. Maka banyak perusahaan berlomba-lomba untuk menonjolkan CSR nya, sehingga menaikkan citra baik perusahaan.
Kesadaran sosial di sektor bisnis terus membaik, seiring dengan semakin disadari menurunnya kondisi iklim global serta semakin langkanya sumberdaya alam. Para pemilik perusahaan semakin menyadari bahwa keberadaan bisnis sangat tergantung pada keadaan masyarakat lainnya. Sebuah entitas bisnis bukanlah aktivitas di ruang hampa.
Setiap Bisnis membutuhkan sejumlah semberdaya, baik langsung maupun tidak. Bisnis membutuhkan sumberdaya manusia sebagai karyawannya. Lemahnya sumberdaya manusia, akan sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Keamanan lingkungan juga menjadi faktor penting sebuah bisnis. Maka salah satu kegiatan sosial perusahaan adalah bagaimana 'merawat' lingkungan ini sehingga keamanan dan kelestarian perusahaan bisa terjaga.
Pandangan mutakhir tentang kegiatan sosial dalam bisnis, adalah bahwa kegiatan sosial menjadi bagian utama juga dalam entitas bisnis. Artinya, kegiatan soisial tidak hanya dalam rangka mengamankan perusahaan, namun sudah menjadi tujuan utama perusahaan yang berdampingan dengan tujuan utama bisnis yaitu memperoleh laba. Semakin banyak yang menikmati manfaat bisnis, maka hal ini menjadi ukuran perusahaan.
Maka menjadi penting bagi perusahaan untuk menciptakan program-program sosial yang marketable. Program sosial tidak hanya sekedar bagi-bagi bungkusan, namun lebih dari itu bagaimana masyarakat yang terlibat bisa meningkat taraf hidupnya. Maka lahirlah sosial entrepreneur, yaitu suatu kegiatan sosial yang dikemas dengan serius, dengan sasaran yang tepat (benar-benar kaum dhuafa), target dan tujuannya terukur, dilaporkan kepada khalayak tingkat progresnya, atau kemajuannya, sampai terwujud kesejahteraan para sasaran program secara riil, dari yang sebelumnya dhuafa menjadi aghniya atau minimal terentas dari kemiskinan akut.
Dalam konteks sosial entrepreneur (disingkat sosialpreneur) inilah,maka perusahaan dituntut menciptakan program-program yang inovatif, yang benar-benar mampu mengatasi kemiskinan dan masalah lingkungan lainnya. karena program sosial ini di samping menggunakan dana sosial perusahaan, namun juga membutuhkan dana dari masyarakat di luar perusahaan, maka perusahaan 'dituntut' menciptakan produk program sosial yang menarik, yang riil, yang dibutuhkan masyarakat luas, singkatnya sebuah program yang marketable, persis seperti perusahaan mau menciptakan produk. Maka program sosial perusahaan adalah produk, bukan sekedar basa-basi untuk 'membungkam' protes dari lingkungan.
Untuk menciptakan produk atau program sosial ini perusahaan perlu mengadakan survey, wawancara, bahkan penelitian, sesungguhnya program apa yang diminati oleh calon sasaran sosial, dalam hal ini kaum dhuafa. Misalnya kaum dhuafa membutuhkan pendidikan, mesti dicermati pendidikan yang seperti apa? Formal atau informal? pendidikan yang mengajarkan pengetahuan umum, pengetahuan khusus (Agama?), atau pendidikan yang mengutamakan ketrampilan? Ketrampilan apa yang dibutuhkan? Dan seterusnya.
Misalnya diadakan pemberdayaan ekonomi, juga perlu dilihat apa sebenarnya yang dibutuhkan? Karena banyak pemberdayaan yang mengutamakan pemberian modal uang, namun kenyataannya pemberian modal uang tidak mesti bisa menyelesaikan masalah kaum dhuafa. Pemberdayaan ekonomi mesti dilihat juga di bidang apa? sesuai apa tidak dengan potensi lokal? Apakah infrastrukturnya cukup tersedia? Apakah pasarnya ada? apakah peserta pemberdayaan bisa memiliki akses pasar? Dan seterusnya.
Kesimpulannya, sebuah perusahaan zaman sekarang tidak hanya berfikir bagaimana mendapatkan keuntungan, namun bagaimana bisa meningkatkan harkat dan martabat masyarakat sekitar dengan melalui berbagai program yang nyata bisa mengatasi kemiskinan. Dan ihktiar tersebut harus dikemas dengan baik, menarik dan marketable, karena di samping dana perusahaan, juga menggunakan dana sosial masyarakat sekitar. Setiap perusahaan adalah lembaga bisnis sekaligus lembaga sosial.Wallohu a'lam.
Kesadaran sosial di sektor bisnis terus membaik, seiring dengan semakin disadari menurunnya kondisi iklim global serta semakin langkanya sumberdaya alam. Para pemilik perusahaan semakin menyadari bahwa keberadaan bisnis sangat tergantung pada keadaan masyarakat lainnya. Sebuah entitas bisnis bukanlah aktivitas di ruang hampa.
Setiap Bisnis membutuhkan sejumlah semberdaya, baik langsung maupun tidak. Bisnis membutuhkan sumberdaya manusia sebagai karyawannya. Lemahnya sumberdaya manusia, akan sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Keamanan lingkungan juga menjadi faktor penting sebuah bisnis. Maka salah satu kegiatan sosial perusahaan adalah bagaimana 'merawat' lingkungan ini sehingga keamanan dan kelestarian perusahaan bisa terjaga.
Pandangan mutakhir tentang kegiatan sosial dalam bisnis, adalah bahwa kegiatan sosial menjadi bagian utama juga dalam entitas bisnis. Artinya, kegiatan soisial tidak hanya dalam rangka mengamankan perusahaan, namun sudah menjadi tujuan utama perusahaan yang berdampingan dengan tujuan utama bisnis yaitu memperoleh laba. Semakin banyak yang menikmati manfaat bisnis, maka hal ini menjadi ukuran perusahaan.
Maka menjadi penting bagi perusahaan untuk menciptakan program-program sosial yang marketable. Program sosial tidak hanya sekedar bagi-bagi bungkusan, namun lebih dari itu bagaimana masyarakat yang terlibat bisa meningkat taraf hidupnya. Maka lahirlah sosial entrepreneur, yaitu suatu kegiatan sosial yang dikemas dengan serius, dengan sasaran yang tepat (benar-benar kaum dhuafa), target dan tujuannya terukur, dilaporkan kepada khalayak tingkat progresnya, atau kemajuannya, sampai terwujud kesejahteraan para sasaran program secara riil, dari yang sebelumnya dhuafa menjadi aghniya atau minimal terentas dari kemiskinan akut.
Dalam konteks sosial entrepreneur (disingkat sosialpreneur) inilah,maka perusahaan dituntut menciptakan program-program yang inovatif, yang benar-benar mampu mengatasi kemiskinan dan masalah lingkungan lainnya. karena program sosial ini di samping menggunakan dana sosial perusahaan, namun juga membutuhkan dana dari masyarakat di luar perusahaan, maka perusahaan 'dituntut' menciptakan produk program sosial yang menarik, yang riil, yang dibutuhkan masyarakat luas, singkatnya sebuah program yang marketable, persis seperti perusahaan mau menciptakan produk. Maka program sosial perusahaan adalah produk, bukan sekedar basa-basi untuk 'membungkam' protes dari lingkungan.
Untuk menciptakan produk atau program sosial ini perusahaan perlu mengadakan survey, wawancara, bahkan penelitian, sesungguhnya program apa yang diminati oleh calon sasaran sosial, dalam hal ini kaum dhuafa. Misalnya kaum dhuafa membutuhkan pendidikan, mesti dicermati pendidikan yang seperti apa? Formal atau informal? pendidikan yang mengajarkan pengetahuan umum, pengetahuan khusus (Agama?), atau pendidikan yang mengutamakan ketrampilan? Ketrampilan apa yang dibutuhkan? Dan seterusnya.
Misalnya diadakan pemberdayaan ekonomi, juga perlu dilihat apa sebenarnya yang dibutuhkan? Karena banyak pemberdayaan yang mengutamakan pemberian modal uang, namun kenyataannya pemberian modal uang tidak mesti bisa menyelesaikan masalah kaum dhuafa. Pemberdayaan ekonomi mesti dilihat juga di bidang apa? sesuai apa tidak dengan potensi lokal? Apakah infrastrukturnya cukup tersedia? Apakah pasarnya ada? apakah peserta pemberdayaan bisa memiliki akses pasar? Dan seterusnya.
Kesimpulannya, sebuah perusahaan zaman sekarang tidak hanya berfikir bagaimana mendapatkan keuntungan, namun bagaimana bisa meningkatkan harkat dan martabat masyarakat sekitar dengan melalui berbagai program yang nyata bisa mengatasi kemiskinan. Dan ihktiar tersebut harus dikemas dengan baik, menarik dan marketable, karena di samping dana perusahaan, juga menggunakan dana sosial masyarakat sekitar. Setiap perusahaan adalah lembaga bisnis sekaligus lembaga sosial.Wallohu a'lam.
29 Januari 2015
On 19.03 by Anwar in kreatifitas
Budaya di wilayah Jawa Tengah khususnya, atau Jawa pada
umumnya, memasak menjadi tanggung jawab utama seorang wanita. Ada beberapa cara
dan alat yang digunakan kaum wanita untuk
memasak. Sebagian besarmereka menggunakan kompor dan gas LPG, hanya
beberapa orang saja menggunakan arang kayu. Sedangkan di daerah perdesaan alat
dan bahan yang digunakan untuk memasak lebih beragam , ada yang berupa kompor,
pawon serta anglo/ keren. Bahan bakar yang dipakai ada yang memakai arang,
kayu, serta LPG. Di antara berbagai alat dan bahan memasak tersebut yang paling
banyak dignakan adalah kompor dan gas lpg.
Kompor gas
merupakan alat memasak yang dibuat oleh pabrik modern. Rakyat biasa, atau home
industri tidak ada yang bisa membuat kompor gas. Pemeliharaan kompor gas juga
butuh teknisi khusus. Ibu-ibu rumah tangga kesulitan untuk memperbaiki kompor
gas yang rusak. Pengoperasian kompor gas, juga sering bermasalah, misalnya bisa
menimbulkan kebocoran, ledakan dan kebakaran. Untuk mendapatkan gas LPG juga
harus membeli dengan uang tunai yang bisa merupakan kerepotan tersendiri bagi
para wanita di pedessan Jawa Tengah. Ketersediaan LPG juga sering mengalami kelangkaan
dengan berbagai sebab yang tidak bisa diselesaikan sendiri oleh rakyat,
khususnya kaum wanita.
Di sisi lain,
para wanita yang menggunakan alat masak tradisional berupa pawon, anglo, atau
keren, juga menghadapi beberapa kesulitan. Misalnya, butuh kayu bakar yang
relatif banyak, menimbulkan asap (polusi), serta kelangkaan alat masak tersebut
di pasaran akibat terdesak industri
kompor modern. Penggunaan tungku tradisional juga berhadapan dengan gerakan anti pemanasan global, karena dituduh
sebagai salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. Walaupun tuduhan itu
belum terbukti secara ilmiah jika dibandingkan dengan kerusakan alam yang
diakibatkan oleh illegal loging dan
berbagai pertambangan batubara, tembaga, emas dan sebagainya.
Jadi, baik
kompor gas maupun alat masak tradisional, sama-sama memiliki kekurangan yang membuat
kaum wanita sebagai penerima resiko utama. Maka dibutuhkan alat masak alternatif
yang bisa mengurangi berbagai kelemahan serta resiko seperti di atas, sehingga
kaum wanita bisa lebih sejahtera. Dalam hal ini kesejahteraan tidak semata-mata
dari sisi materi, namun dari sisi kemanusiaan, misalnya :
a.
Alat masak ini mudah dioperasikan, tidak
menimbulkan resiko keocoran apalagi ledakan dan kebakaran.
b.
Mudah didapatkan, baik alat masaknya maupun
bahan bakarnya.
c.
Mudah dipelihara sendiri oleh kaum wanita, tidak
harus oleh teknisi khusus.
d.
Bahan bakarnya juga mudah didapatkan dipedesaan,
tidak harus dengan uang tunai.
e.
Tidak menimbulkan asap, yang bisa membuat sakit
nafas wanita pemakainya.
f.
Hemat bahan bakar, karena pembakarannya relatif
sempurna, sehingga tidak menimbulkan pemanasan global.
Beberapa nilai atau manfaat Tungku Hemat Energi
Beberapa nilai atau manfaat Tungku Hemat Energi
A. Ramah Lingkungan, dan Hemat Energi
Hampir semua
eksploitasi bahan tambang memiliki potensi
yang nyata dalam pengrusakan terhadap lingkungan. Hal itu akan lebih nyata
pada pertambangan bahan bakar. Walaupun dengan angka-angka perhitungan bisnis,
mungkin penggunaan LPG untuk bahan bakar kompor lebih menguntungkan, sebenarnya
hal itu terjadi dalam jangka waktu terbatas, sedangkan dalam jangka panjang
penggunaan LPG akan merugikan ummat manusia. Kalau dibandingkan dengan bahan
bakar yang renewable (bisa diperbarui), maka resiko kerusakan lingkungan penggunaan
LPG akan lebih besar. Jelas, LPG jumlahnya terbatas, tidak bisa
diperbarui, dalam proses eksploitasinya
mengorbankan sejumlah lahan yang sebelumnya mungkin berupa hutan, sungai, atau
tanah pertanian yang subur. Bahkan jika terjadi kesalahan prosedur, eksploitasi
gas bisa menimbulkan bencana seperti
kasus LAPINDO di Sidoarjo.
Maka penggunaan bahan bakar kompor yang
bisa diperbarui menjadi keniscayaan.
Kompor
dengan bahan bakar yang bisa diperbarui ini terbuat dari bahan-bahan lokal,
mudah diproduksi, dan mudah perawatannya. Bahan pembuatan bisa dari tanah
lempung seperti membuat batu bata. Sedangkan bahan bakarnya bisa dari ranting2
kayu, serbuk gergaji maupun arang. Jika kesulitan untuk mendapatkan lempung,
dapat juga dibuat dari drum bekas.
Nilai ramah lingkungan dari kompor ini
yaitu ntidak menimbulkan asap berlebihan, dan bahan bakarnya bisa diperbarui
kiarena, berasal dari kayu, bahkan limbah kayu penggergajian. Sedangkan nilai
hemat energi koimpor ini karena tingkat pembakarannya bisa mnendekati 90%,
dimana setiap 10 ons bahan bakar maka sisa abunya tinggal 1 ons saja. Sehingga
kompor ini tidak termasuk penyumbang pemanasan global.
B.
TUNGKU ditinjau dari sisi EKONOMI
Dilihat dari segi pemakainya, tungku ini
lebih ekonomis dibanding dengan menggunakan kompor gas LPG. Rata2 rumah tangga
membutuhkan 4 tabung 3 kg/bulan, alias
12 kg LPG/bulan. Jika harga LPG rata-rata Rp 17.000, maka kebutuhan LPG
setiap rumah tangga = Rp 68.000.
Dengan menggunakan tungku Hemat Energi ini
maka kebutuhan kayu bakar per bulan 30 kg. Harga kayu bakar per kg Rp 1000,-,
maka kebutuhan per bulan = 30 x 1000 = Rp 30.000,-
Jadi penggunaan Tungku Hemat energi, bisa
menghemat Rp 68.000- 30.000 = Rp 38.000/bulan. Hal ini setara dengan 38000/68.000 x 100 % = 55,88 %
Secara potensial, nilai ekonomis tungku
dari tanah liat, jelas memiliki nilai distribusi yang lebih tinggi daripada
kompor gas. Kompor gas hanya bisa diproduksi oleh industri maju, sedangkan home
industri kesulitan untuk membuat kompor gas. Sedangkan tungku hemat energi ini
bisa dibuat oleh kebanyakan rakyat biasa. Bahannya yang mudah didapat serta
mudah pengerjaannya memungkinkan banyak home industri bisa memproduksi kompor
ini. Hal ini berbarti, produksi komporini memiliki potensi untuk mengurangi
banyaknya pengangguran di Indonesia.
Jika bahan bakar dari dibuat dari briket gergajian atau arang kayu,maupun arang
tempurung kelapa, maka hal itu merupakan peluang besar bagi rakyat untuk
memproduksi kebutuhan bahan bakar tersebut. Dua peluang di atas, produksi
kompor tanah liat, serta produsi bahan bakar briket, merupakan peluang yang bagus
untuk meningkatkan ekonomi rakyat. Dari sisi marketing, kemungkinan kompor ini
akan diminati masyarakat karena bisa dibuat dengan harga yang jauh lebih murah
daripada harga kompor gas di pasaran.
Secara sederhana, nilai ekonomis bagi
produsen kompor ini sebagai berikut :
Jika harga
tungku/kompor ini per biji 100.000, biaya produksi sekitar 75.000., maka margin
penjualan ada rp 25000 per unit. Jika 1 home industri bisa memproduksi10 buah
per hari, atau 250 unit per bulan, maka penghasilan per home induastri Rp 6.500.000/bulan.
C.
Tungku : Kesehatan, Kebudayaan dan Gender
Budaya jawa yang
menempatkan laki-laki lebih superior di dalam rumah tangga, bisa kebablasan
menempatkan wanita pada posisi inferior. Kewajiban memasak yang dibebankan
kepada wanita, seolah-olah sudah merupakan tanggung jawab pribadi wanita itu
sendiri. Kaum laki-laki merasa sudah selesai kewajibannya setelah memberikan
sejumlah nafkah kepada keluarga. Hampir tidak ada pembicaraan serius, bagaimana
laki-laki ikut bertanggung jawab mengurangi resiko yang dihadapi wanita karena
pengggunaan bahan bakar atau alat masak yang kurang tepat.
Apa yang terjadi
pada budaya Jawa tersebut, menempatkan wanita sebagai penerima resiko kesehatan
akibat kompor/tungku serta bahan bakar yang kurang tepat ? Kebocoran kompor gas
LPG dengan akibat kompor meledak, selalu menjadikan wanita sebagai korban
utamanya.
Selain persoalan
budaya, kompor gas memang dirancang dengan teknologi tinggi. Kompor gas tidak
bisa diproduksi oleh home industri sederhana. Jangankan wanita, laki-laki yang
tidak biasa dengan pekerjaan teknologi atau teknik, hampir pasti tidak bisa
merawat jika terjadi kerusakan pada kompor gas.
Di sisi lain,
tungku tradisional yang banyak dipakai di pedesaan juga memiliki resiko
kesehatan yang tinggi akibat dari banyaknya asap yang ditimbulkan. Karena
wanita yang berhadapan langsung dengan tungku, maka merekalah yang menerima
resiko utama, sakit sesak nafas. Sedangkan para laki-laki kebanyakan tidak
bisa merasakan bagaimana repotnya menggunakan tungku yang banyak mengeluarkan
asap. Karena proses pembakaran yang kurang sempurna, asap yang timbul dari
tungku tradisional sampai mengotori seluruh ruangan dalam rumah tangga miskin
di pedesaan.Asap tungku tradisional juga potensial menimbulkan sakit pernafasan. Dalam hal ini wanita dan anak-anak memiliki resiko, karena wanitalah yang bertugas memasak di dapur, sekaligus wanita juga bertugas mengasuh anak-anak di rumah..
Maka penggunaan tungku yang ramah lingkungan (tidak berasap), serta membutuhkan bahan bakar yang mudah serta murah didapatkan, merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kesehatan wanita.
26 Januari 2015
17 Mei 2012
On 02.15 by Tamaddun in kreatifitas
Penyaluran dana zakat, infak dan wakaf, bisa menggunakan program kombinasi, charity sekaligus pemberdayaan. Salah satu program kombinasi ini adalah Pasar BERIMAN, akronim dari Bersih, Indah dan Nyaman. Dengan dana zakat, infak dan wakaf, Tamaddun mencoba memberdayakan pasar tradisional. Jika pandangan umum melihat bahwa pasar tradisional adalah kumuh, pengap dan jorok, maka kami mencoba menepis anggapan tersebut. Melalui Pasar BERIMAN, kami berusaha membuat tampilan pasar yang bersih, indah dan nyaman. Para petugas kebersihan pasar adalah kaum dhuafa yang memiliki hak atas dana zakat, infak dan wakaf. Pemberdayaan dilakukan terhadap para pedagang, agar gemar menjaga kebersihan pasar, membuang sampah pada tempatnya, serta mengatur display dagangan secara tepat, serta menarik.Dengan kombinasi program ini, disamping penerima manfaat bisa lebih banyak, sekaligus kampanye untuk gemar membayar zakat, infak dan wakaf lebih mudah dilakukan. Semoga para dhuafa (petugas kebersihan), serta pedagang/pengusaha sektor mikro, bisa merasakan manfaatnya. Amin.
29 April 2012
On 21.26 by Tamaddun in kreatifitas
Kebanyakan kaum miskin (dhuafa) tidak berani kuliah (meneruskan studi ke jenjang Perguruan Tinggi) karena persoalan dana. Di sisi lain beasiswa yang ada, biasanya disalurkan dalam bentuk tunai sebagai biaya selama studi. Hal ini hanya membentuk mahasiswa dhuafa yang 'manja'. Kegiatan mahasiswa hanya kuliah dengan nilai (IP) yang tinggi, tetap mendapat beasiswa, enggan peduli dengan lingkungan sosialnya.
Dalam rangka memberdayakan mahasiswa dhuafa, sehingga bisa lulus dengan status SARJANA 'PLUS', maka kami menawarkan beasiswa yang disebut "MAHA PRENEUR". Mahapreneur merupakan upaya untuk memberikan beaya kuliah kepada mahasiswa, dalam bentuk kerjasama mudharabah. Mahasiswa penerima mahapreneur wajib memiliki usaha dengan modal kerja yang seluruhnya berasal dari Tamaddun. Sedangkan biaya kuliah mahasiswa berasal dari keuntungan usahanya. Dengan usaha ini, diaharapkan, mahasiswa bisa memiliki usaha sendiri, turut mengatasi pengangguran, serta tidak perlu mencari kerja setelah lulus nanti. Bahkan, dia akan menjadi sarjana yang siap menciptakan pekerjaan, alias siap menampung tenaga kerja.
Maka, dalam hal ini mahasiswa memiliki 2 kewajiban utama :
1. Mandiri secara ekonomi
2. Lulus sebagai sarjana 'plus'.
Selama masa pembinaan, mahasiswa dilarang menerima modal kerja dari fihak lain. Dan, ketika usahanya sudah mulai membuahkan keuntugan, mahasiswa dilarang menerima kiriman dari orang tua/wali nya. Kemandirian ekonomi menjadi tujuan utama dari program ini. Namun, lulus studi juga tidak boleh diabaikan. Karena kemandirian ekonomi menjadi prioritas, maka, boleh jadi masa studi mahasiswa lebih panjang. Hasil akhir yang diharapkan dalam program ini yaitu terciptanya sarjana yang memiliki usaha sendiri, yang peduli dengan lingkungan, khususnya dalam upaya mengatasi pengangguran.
TUJUAN :
Program ini bertujuan menciptakan lapangan kerja untuk seluruh pengangguran di Indonesia.
Visi : Menjadi program pemberdayaan utama melalui penciptaan SARJANA PLUS
Search
Translate
Tentang TAMZIS Baitulmaal
VIDEO KITA
Popular Posts
-
Semarang Rabu, 6 januari 2016. Bertempat di gedung BMT Walisongo Semarang, FBM Korwil jawa Tengah mengadakan Raker untuk masa bakti...
Hubungi Kami
Categories
Diberdayakan oleh Blogger.