TAMZIS BAITUL MAAL

"Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong" (al Qur'an Surat AnNahl ; ayat 23)

11 Desember 2015

On 22.55 by Anwar in ,
   
     Satu lagi karya anak bangsa lahir dari Lampung. Tungku sederhana ini bisa untuk memasak hanya dengan sebatang kayu. Saking hematnya, sehingga dengan satu batang kayu tersebut sudah cukup untuk memasak nasi dan air. Tungku ini menekankan panas yang maksimal. 
    Setelah api menyala, akan memanasi dinding dalam tungku, sehingga panas api menjalar di dinding. Bahan baku tungku ini kemungkinan campuran antara lempung dengan bahan-bahan lainnya yang mudah panas. Dengan panas yang maksimal, maka akan disimpan di dinding tungku bagian dalam, alias tidak mudah menguap keluar.
Bisa jadi desain dari tungku ini memungkinkan panas dalam tungku tidak mudah terdinginkan oleh udara luar. Prinsip ini menyerupai termos air panas, di mana dengan tabung kaca, maka air dalam termos akan bisa bertahan panas relatif lama.
     Seperti tungku dengan bahan baku tanah liat lainnya, kelemahan tungku ini memiliki massa yang relatif berat, dan tidak tahan benturan. Namun, sebagai industri rakyat , tungku ini betul-betul merakyat karena harganya jauh di bawah kompor gas, hanya berkisar Rp 50.000,- per unit. Sehingga tungku lampung ini sangat cocok di daerah perdesaan, di mana masih banyak bahan bakar kayu, mudah dan murah meriah. (ant)










20 Februari 2015

On 00.10 by Anwar in
     Kalau di masa silam antara bisnis dan sosial  seolah-olah merupakan dua  kegiatan yang tidak bisa bersatu. Bahkan, ada yang mempertentangkan antara keduanya. Alhamdulillah, Perkembangan berikutnya adalah bagaimana kegiatan bisnis memiliki tanggung jawab sosial, mengingat keberadaan sektor bisnis sangat tergantung dengan keadaan sosial. Maka banyak perusahaan berlomba-lomba untuk menonjolkan CSR nya, sehingga menaikkan citra baik perusahaan. 
Kesadaran sosial di sektor bisnis terus membaik, seiring dengan semakin disadari menurunnya kondisi iklim global serta semakin langkanya sumberdaya alam. Para pemilik perusahaan semakin menyadari bahwa keberadaan bisnis  sangat tergantung pada keadaan masyarakat lainnya. Sebuah entitas bisnis bukanlah aktivitas di ruang hampa.
     Setiap  Bisnis membutuhkan sejumlah semberdaya, baik langsung maupun tidak. Bisnis membutuhkan sumberdaya manusia sebagai karyawannya. Lemahnya sumberdaya manusia, akan sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. 
     Keamanan lingkungan juga menjadi faktor penting sebuah bisnis. Maka salah satu kegiatan sosial perusahaan adalah bagaimana 'merawat' lingkungan ini sehingga keamanan dan kelestarian perusahaan bisa terjaga. 
     Pandangan mutakhir tentang kegiatan sosial dalam bisnis, adalah bahwa kegiatan sosial menjadi bagian utama juga dalam entitas bisnis. Artinya, kegiatan soisial tidak hanya dalam rangka mengamankan perusahaan, namun sudah menjadi tujuan utama perusahaan yang berdampingan dengan tujuan utama bisnis yaitu  memperoleh  laba. Semakin banyak yang menikmati manfaat bisnis, maka hal ini menjadi ukuran perusahaan.
Maka menjadi penting bagi perusahaan untuk menciptakan program-program sosial yang marketable. Program sosial tidak hanya sekedar bagi-bagi bungkusan, namun lebih dari itu bagaimana masyarakat yang terlibat bisa meningkat taraf hidupnya. Maka lahirlah sosial entrepreneur, yaitu suatu kegiatan sosial yang dikemas dengan serius, dengan sasaran yang tepat (benar-benar kaum dhuafa), target dan tujuannya terukur, dilaporkan kepada khalayak tingkat progresnya, atau kemajuannya, sampai terwujud kesejahteraan para sasaran program secara riil, dari yang sebelumnya dhuafa menjadi aghniya atau minimal terentas dari kemiskinan akut.
    Dalam konteks sosial entrepreneur (disingkat sosialpreneur) inilah,maka perusahaan  dituntut menciptakan program-program yang inovatif, yang benar-benar mampu mengatasi kemiskinan dan masalah lingkungan lainnya. karena program sosial ini di samping menggunakan dana sosial perusahaan, namun juga membutuhkan dana dari masyarakat di luar perusahaan, maka perusahaan 'dituntut' menciptakan produk program sosial yang menarik, yang riil, yang dibutuhkan masyarakat luas, singkatnya sebuah program yang marketable, persis seperti perusahaan mau menciptakan produk. Maka program sosial perusahaan adalah produk, bukan sekedar basa-basi untuk 'membungkam' protes dari lingkungan.
     Untuk menciptakan produk atau program sosial ini perusahaan perlu mengadakan survey, wawancara, bahkan penelitian, sesungguhnya program apa yang diminati oleh calon sasaran sosial, dalam hal ini kaum dhuafa. Misalnya kaum dhuafa membutuhkan pendidikan, mesti dicermati pendidikan yang seperti apa? Formal atau informal? pendidikan yang mengajarkan pengetahuan umum, pengetahuan khusus (Agama?), atau pendidikan yang mengutamakan ketrampilan? Ketrampilan apa yang dibutuhkan? Dan seterusnya.
     Misalnya diadakan pemberdayaan ekonomi, juga perlu dilihat apa sebenarnya yang dibutuhkan? Karena banyak pemberdayaan yang mengutamakan pemberian modal uang, namun kenyataannya pemberian modal uang tidak mesti bisa menyelesaikan masalah kaum dhuafa. Pemberdayaan ekonomi mesti dilihat juga di bidang apa? sesuai apa tidak dengan potensi lokal? Apakah infrastrukturnya cukup tersedia? Apakah pasarnya ada? apakah peserta pemberdayaan bisa memiliki akses pasar? Dan seterusnya.

Kesimpulannya, sebuah perusahaan zaman sekarang tidak hanya berfikir bagaimana mendapatkan keuntungan, namun bagaimana bisa meningkatkan harkat dan martabat masyarakat sekitar dengan melalui berbagai program yang nyata bisa mengatasi kemiskinan. Dan ihktiar tersebut harus dikemas dengan baik, menarik dan marketable, karena di samping dana perusahaan, juga menggunakan dana sosial masyarakat sekitar. Setiap perusahaan adalah lembaga bisnis sekaligus lembaga sosial.Wallohu a'lam.

29 Januari 2015

On 19.03 by Anwar in

sumber gambar : moergiyanto.wordpress.com
A.      Wanita dan Tungku
Budaya di  wilayah Jawa Tengah khususnya, atau Jawa pada umumnya, memasak menjadi tanggung jawab utama seorang wanita. Ada beberapa cara dan alat yang digunakan  kaum wanita untuk memasak.  Sebagian besarmereka  menggunakan kompor dan gas LPG, hanya beberapa orang saja menggunakan arang kayu. Sedangkan di daerah perdesaan alat dan bahan yang digunakan untuk memasak lebih beragam , ada yang berupa kompor, pawon serta anglo/ keren. Bahan bakar yang dipakai ada yang memakai arang, kayu, serta LPG. Di antara berbagai alat dan bahan memasak tersebut yang paling banyak dignakan adalah kompor dan gas lpg.
Kompor gas merupakan alat memasak yang dibuat oleh pabrik modern. Rakyat biasa, atau home industri tidak ada yang bisa membuat kompor gas. Pemeliharaan kompor gas juga butuh teknisi khusus. Ibu-ibu rumah tangga kesulitan untuk memperbaiki kompor gas yang rusak. Pengoperasian kompor gas, juga sering bermasalah, misalnya bisa menimbulkan kebocoran, ledakan dan kebakaran. Untuk mendapatkan gas LPG juga harus membeli dengan uang tunai yang bisa merupakan kerepotan tersendiri bagi para wanita di pedessan Jawa Tengah. Ketersediaan LPG juga sering mengalami kelangkaan dengan berbagai sebab yang tidak bisa diselesaikan sendiri oleh rakyat, khususnya kaum wanita.
Di sisi lain, para wanita yang menggunakan alat masak tradisional berupa pawon, anglo, atau keren, juga menghadapi beberapa kesulitan. Misalnya, butuh kayu bakar yang relatif banyak, menimbulkan asap (polusi), serta kelangkaan alat masak tersebut di pasaran  akibat terdesak industri kompor modern. Penggunaan tungku tradisional juga berhadapan dengan  gerakan anti pemanasan global, karena dituduh sebagai salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. Walaupun tuduhan itu belum terbukti secara ilmiah jika dibandingkan dengan kerusakan alam yang diakibatkan oleh  illegal loging dan berbagai pertambangan batubara, tembaga, emas dan sebagainya.
Jadi, baik kompor gas maupun alat masak tradisional, sama-sama memiliki kekurangan yang membuat kaum wanita sebagai penerima resiko utama. Maka dibutuhkan alat masak alternatif yang bisa mengurangi berbagai kelemahan serta resiko seperti di atas, sehingga kaum wanita bisa lebih sejahtera. Dalam hal ini kesejahteraan tidak semata-mata dari sisi materi, namun dari sisi kemanusiaan, misalnya :
a.       Alat masak ini mudah dioperasikan, tidak menimbulkan resiko keocoran apalagi ledakan dan kebakaran.
b.      Mudah didapatkan, baik alat masaknya maupun bahan bakarnya.
c.       Mudah dipelihara sendiri oleh kaum wanita, tidak harus oleh teknisi khusus.
d.      Bahan bakarnya juga mudah didapatkan dipedesaan, tidak harus dengan uang tunai.
e.      Tidak menimbulkan asap, yang bisa membuat sakit nafas wanita pemakainya.

f.        Hemat bahan bakar, karena pembakarannya relatif sempurna, sehingga tidak menimbulkan pemanasan global.

Beberapa nilai  atau manfaat Tungku Hemat Energi

A.   Ramah Lingkungan, dan Hemat Energi

Hampir semua eksploitasi bahan tambang memiliki potensi  yang nyata dalam pengrusakan terhadap lingkungan. Hal itu akan lebih nyata pada pertambangan bahan bakar. Walaupun dengan angka-angka perhitungan bisnis, mungkin penggunaan LPG untuk bahan bakar kompor lebih menguntungkan, sebenarnya hal itu terjadi dalam jangka waktu terbatas, sedangkan dalam jangka panjang penggunaan LPG akan merugikan ummat manusia. Kalau dibandingkan dengan bahan bakar yang renewable (bisa diperbarui), maka resiko kerusakan lingkungan penggunaan LPG akan lebih besar. Jelas, LPG jumlahnya terbatas, tidak bisa diperbarui,  dalam proses eksploitasinya mengorbankan sejumlah lahan yang sebelumnya mungkin berupa hutan, sungai, atau tanah pertanian yang subur. Bahkan jika terjadi kesalahan prosedur, eksploitasi gas  bisa menimbulkan bencana seperti kasus LAPINDO di Sidoarjo.
Maka penggunaan bahan bakar kompor yang bisa diperbarui menjadi keniscayaan.
                Kompor dengan bahan bakar yang bisa diperbarui ini terbuat dari bahan-bahan lokal, mudah diproduksi, dan mudah perawatannya. Bahan pembuatan bisa dari tanah lempung seperti membuat batu bata. Sedangkan bahan bakarnya bisa dari ranting2 kayu, serbuk gergaji maupun arang. Jika kesulitan untuk mendapatkan lempung, dapat juga dibuat dari drum bekas.
Nilai ramah lingkungan dari kompor ini yaitu ntidak menimbulkan asap berlebihan, dan bahan bakarnya bisa diperbarui kiarena, berasal dari kayu, bahkan limbah kayu penggergajian. Sedangkan nilai hemat energi koimpor ini karena tingkat pembakarannya bisa mnendekati 90%, dimana setiap 10 ons bahan bakar maka sisa abunya tinggal 1 ons saja. Sehingga kompor ini tidak termasuk penyumbang pemanasan global.

B.      TUNGKU ditinjau dari sisi EKONOMI

Dilihat dari segi pemakainya, tungku ini lebih ekonomis dibanding dengan menggunakan kompor gas LPG. Rata2 rumah tangga membutuhkan 4 tabung 3 kg/bulan, alias  12 kg LPG/bulan. Jika harga LPG rata-rata Rp 17.000, maka kebutuhan LPG setiap rumah tangga = Rp 68.000.
Dengan menggunakan tungku Hemat Energi ini maka kebutuhan kayu bakar per bulan 30 kg. Harga kayu bakar per kg Rp 1000,-, maka kebutuhan per bulan = 30 x 1000 = Rp 30.000,-
Jadi penggunaan Tungku Hemat energi, bisa menghemat Rp 68.000- 30.000 = Rp 38.000/bulan. Hal ini setara dengan 38000/68.000 x 100 % = 55,88 % 

Secara potensial, nilai ekonomis tungku dari tanah liat, jelas memiliki nilai distribusi yang lebih tinggi daripada kompor gas. Kompor gas hanya bisa diproduksi oleh industri maju, sedangkan home industri kesulitan untuk membuat kompor gas. Sedangkan tungku hemat energi ini bisa dibuat oleh kebanyakan rakyat biasa. Bahannya yang mudah didapat serta mudah pengerjaannya memungkinkan banyak home industri bisa memproduksi kompor ini. Hal ini berbarti, produksi komporini memiliki potensi untuk mengurangi banyaknya pengangguran di Indonesia.
Jika bahan bakar dari dibuat dari  briket gergajian atau arang kayu,maupun arang tempurung kelapa, maka hal itu merupakan peluang besar bagi rakyat untuk memproduksi kebutuhan bahan bakar tersebut. Dua peluang di atas, produksi kompor tanah liat, serta produsi bahan bakar briket, merupakan peluang yang bagus untuk meningkatkan ekonomi rakyat. Dari sisi marketing, kemungkinan kompor ini akan diminati masyarakat karena bisa dibuat dengan harga yang jauh lebih murah daripada harga kompor gas di pasaran.
Secara sederhana, nilai ekonomis bagi produsen kompor ini sebagai berikut :
Jika harga tungku/kompor ini per biji 100.000, biaya produksi sekitar 75.000., maka margin penjualan ada rp 25000 per unit. Jika 1 home industri bisa memproduksi10 buah per hari, atau 250 unit per bulan, maka penghasilan per home induastri Rp 6.500.000/bulan.


C.      Tungku : Kesehatan, Kebudayaan dan Gender
Budaya jawa yang menempatkan laki-laki lebih superior di dalam rumah tangga, bisa kebablasan menempatkan wanita pada posisi inferior. Kewajiban memasak yang dibebankan kepada wanita, seolah-olah sudah merupakan tanggung jawab pribadi wanita itu sendiri. Kaum laki-laki merasa sudah selesai kewajibannya setelah memberikan sejumlah nafkah kepada keluarga. Hampir tidak ada pembicaraan serius, bagaimana laki-laki ikut bertanggung jawab mengurangi resiko yang dihadapi wanita karena pengggunaan bahan bakar atau alat masak yang kurang tepat.
Apa yang terjadi pada budaya Jawa tersebut, menempatkan wanita sebagai penerima resiko kesehatan akibat kompor/tungku serta bahan bakar yang kurang tepat ? Kebocoran kompor gas LPG dengan akibat kompor meledak, selalu menjadikan wanita sebagai korban utamanya.
Selain persoalan budaya, kompor gas memang dirancang dengan teknologi tinggi. Kompor gas tidak bisa diproduksi oleh home industri sederhana. Jangankan  wanita, laki-laki yang tidak biasa dengan pekerjaan teknologi atau teknik, hampir pasti tidak bisa merawat jika terjadi kerusakan pada kompor gas.

Di sisi lain, tungku tradisional yang banyak dipakai di pedesaan juga memiliki resiko kesehatan yang tinggi akibat dari banyaknya asap yang ditimbulkan. Karena wanita yang berhadapan langsung dengan tungku, maka merekalah yang menerima resiko utama, sakit sesak nafas. Sedangkan para laki-laki kebanyakan tidak bisa merasakan bagaimana repotnya menggunakan tungku yang banyak mengeluarkan asap. Karena proses pembakaran yang kurang sempurna, asap yang timbul dari tungku tradisional sampai mengotori seluruh ruangan dalam rumah tangga miskin di pedesaan.Asap tungku tradisional juga potensial menimbulkan sakit pernafasan. Dalam hal ini wanita dan anak-anak memiliki resiko, karena wanitalah yang bertugas memasak di dapur, sekaligus wanita juga bertugas mengasuh anak-anak di rumah..
Maka penggunaan tungku yang ramah lingkungan (tidak berasap), serta membutuhkan bahan bakar yang mudah serta murah didapatkan, merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kesehatan wanita.


26 Januari 2015

On 00.53 by Anwar in



Kreatifitas, unsur utama kemajuan bangsa

Kesuburan alam, perlu dibarengi kecerdasan mengelola


Mengungsi : Demi keselamatan. 
(Pencil, Wanayasa, Banjarnegara, Jateng)









17 Mei 2012

On 02.15 by Tamaddun in
Penyaluran dana zakat, infak dan wakaf, bisa menggunakan program kombinasi, charity sekaligus pemberdayaan. Salah satu program kombinasi ini adalah Pasar BERIMAN, akronim dari Bersih, Indah dan Nyaman. Dengan dana zakat, infak dan wakaf, Tamaddun mencoba memberdayakan pasar tradisional. Jika pandangan umum melihat bahwa pasar tradisional adalah kumuh, pengap dan jorok, maka kami mencoba menepis anggapan tersebut. Melalui Pasar BERIMAN, kami berusaha membuat tampilan pasar yang bersih, indah dan nyaman. Para petugas kebersihan pasar adalah kaum dhuafa yang memiliki hak atas dana zakat, infak dan wakaf. Pemberdayaan dilakukan terhadap para pedagang, agar gemar menjaga kebersihan pasar, membuang sampah pada tempatnya, serta mengatur display dagangan secara tepat, serta menarik.Dengan kombinasi program ini, disamping penerima manfaat bisa lebih banyak, sekaligus kampanye untuk gemar membayar zakat, infak dan wakaf lebih mudah dilakukan. Semoga para dhuafa (petugas kebersihan), serta pedagang/pengusaha sektor mikro, bisa merasakan manfaatnya. Amin.

29 April 2012

On 21.26 by Tamaddun in

      Kebanyakan kaum miskin (dhuafa) tidak berani kuliah (meneruskan studi ke jenjang Perguruan Tinggi) karena persoalan dana. Di sisi lain beasiswa yang ada,  biasanya disalurkan dalam bentuk tunai sebagai biaya selama studi. Hal ini hanya membentuk mahasiswa dhuafa yang 'manja'. Kegiatan mahasiswa hanya kuliah dengan nilai (IP) yang tinggi, tetap mendapat beasiswa, enggan peduli dengan lingkungan sosialnya.

Dalam rangka  memberdayakan mahasiswa dhuafa, sehingga bisa lulus dengan status SARJANA 'PLUS', maka kami menawarkan beasiswa yang disebut "MAHA PRENEUR". Mahapreneur merupakan upaya untuk memberikan beaya kuliah kepada mahasiswa, dalam bentuk kerjasama mudharabah. Mahasiswa penerima mahapreneur wajib memiliki usaha dengan modal kerja yang seluruhnya berasal dari Tamaddun. Sedangkan biaya kuliah mahasiswa berasal dari keuntungan usahanya. Dengan usaha ini, diaharapkan, mahasiswa bisa memiliki usaha sendiri, turut mengatasi pengangguran, serta tidak perlu mencari kerja setelah lulus nanti. Bahkan, dia akan menjadi sarjana yang siap menciptakan pekerjaan, alias  siap menampung tenaga kerja. 
Maka, dalam hal ini  mahasiswa memiliki 2 kewajiban utama :
1. Mandiri secara ekonomi
2. Lulus sebagai sarjana 'plus'.

Selama masa pembinaan, mahasiswa dilarang menerima modal kerja dari fihak lain. Dan, ketika usahanya sudah mulai membuahkan  keuntugan, mahasiswa dilarang menerima kiriman dari orang tua/wali nya. Kemandirian ekonomi menjadi tujuan utama dari program ini. Namun, lulus studi juga tidak boleh diabaikan. Karena kemandirian ekonomi menjadi prioritas, maka, boleh jadi masa studi mahasiswa lebih panjang. Hasil akhir yang diharapkan dalam program ini yaitu terciptanya sarjana yang memiliki usaha sendiri, yang peduli dengan lingkungan, khususnya dalam upaya mengatasi pengangguran.

TUJUAN : 
Program ini bertujuan menciptakan  lapangan kerja untuk seluruh pengangguran di Indonesia.

Visi : Menjadi program pemberdayaan utama  melalui penciptaan SARJANA PLUS