29 Januari 2015
On 19.03 by Anwar in kreatifitas
Budaya di wilayah Jawa Tengah khususnya, atau Jawa pada
umumnya, memasak menjadi tanggung jawab utama seorang wanita. Ada beberapa cara
dan alat yang digunakan kaum wanita untuk
memasak. Sebagian besarmereka menggunakan kompor dan gas LPG, hanya
beberapa orang saja menggunakan arang kayu. Sedangkan di daerah perdesaan alat
dan bahan yang digunakan untuk memasak lebih beragam , ada yang berupa kompor,
pawon serta anglo/ keren. Bahan bakar yang dipakai ada yang memakai arang,
kayu, serta LPG. Di antara berbagai alat dan bahan memasak tersebut yang paling
banyak dignakan adalah kompor dan gas lpg.
Kompor gas
merupakan alat memasak yang dibuat oleh pabrik modern. Rakyat biasa, atau home
industri tidak ada yang bisa membuat kompor gas. Pemeliharaan kompor gas juga
butuh teknisi khusus. Ibu-ibu rumah tangga kesulitan untuk memperbaiki kompor
gas yang rusak. Pengoperasian kompor gas, juga sering bermasalah, misalnya bisa
menimbulkan kebocoran, ledakan dan kebakaran. Untuk mendapatkan gas LPG juga
harus membeli dengan uang tunai yang bisa merupakan kerepotan tersendiri bagi
para wanita di pedessan Jawa Tengah. Ketersediaan LPG juga sering mengalami kelangkaan
dengan berbagai sebab yang tidak bisa diselesaikan sendiri oleh rakyat,
khususnya kaum wanita.
Di sisi lain,
para wanita yang menggunakan alat masak tradisional berupa pawon, anglo, atau
keren, juga menghadapi beberapa kesulitan. Misalnya, butuh kayu bakar yang
relatif banyak, menimbulkan asap (polusi), serta kelangkaan alat masak tersebut
di pasaran akibat terdesak industri
kompor modern. Penggunaan tungku tradisional juga berhadapan dengan gerakan anti pemanasan global, karena dituduh
sebagai salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. Walaupun tuduhan itu
belum terbukti secara ilmiah jika dibandingkan dengan kerusakan alam yang
diakibatkan oleh illegal loging dan
berbagai pertambangan batubara, tembaga, emas dan sebagainya.
Jadi, baik
kompor gas maupun alat masak tradisional, sama-sama memiliki kekurangan yang membuat
kaum wanita sebagai penerima resiko utama. Maka dibutuhkan alat masak alternatif
yang bisa mengurangi berbagai kelemahan serta resiko seperti di atas, sehingga
kaum wanita bisa lebih sejahtera. Dalam hal ini kesejahteraan tidak semata-mata
dari sisi materi, namun dari sisi kemanusiaan, misalnya :
a.
Alat masak ini mudah dioperasikan, tidak
menimbulkan resiko keocoran apalagi ledakan dan kebakaran.
b.
Mudah didapatkan, baik alat masaknya maupun
bahan bakarnya.
c.
Mudah dipelihara sendiri oleh kaum wanita, tidak
harus oleh teknisi khusus.
d.
Bahan bakarnya juga mudah didapatkan dipedesaan,
tidak harus dengan uang tunai.
e.
Tidak menimbulkan asap, yang bisa membuat sakit
nafas wanita pemakainya.
f.
Hemat bahan bakar, karena pembakarannya relatif
sempurna, sehingga tidak menimbulkan pemanasan global.
Beberapa nilai atau manfaat Tungku Hemat Energi
Beberapa nilai atau manfaat Tungku Hemat Energi
A. Ramah Lingkungan, dan Hemat Energi
Hampir semua
eksploitasi bahan tambang memiliki potensi
yang nyata dalam pengrusakan terhadap lingkungan. Hal itu akan lebih nyata
pada pertambangan bahan bakar. Walaupun dengan angka-angka perhitungan bisnis,
mungkin penggunaan LPG untuk bahan bakar kompor lebih menguntungkan, sebenarnya
hal itu terjadi dalam jangka waktu terbatas, sedangkan dalam jangka panjang
penggunaan LPG akan merugikan ummat manusia. Kalau dibandingkan dengan bahan
bakar yang renewable (bisa diperbarui), maka resiko kerusakan lingkungan penggunaan
LPG akan lebih besar. Jelas, LPG jumlahnya terbatas, tidak bisa
diperbarui, dalam proses eksploitasinya
mengorbankan sejumlah lahan yang sebelumnya mungkin berupa hutan, sungai, atau
tanah pertanian yang subur. Bahkan jika terjadi kesalahan prosedur, eksploitasi
gas bisa menimbulkan bencana seperti
kasus LAPINDO di Sidoarjo.
Maka penggunaan bahan bakar kompor yang
bisa diperbarui menjadi keniscayaan.
Kompor
dengan bahan bakar yang bisa diperbarui ini terbuat dari bahan-bahan lokal,
mudah diproduksi, dan mudah perawatannya. Bahan pembuatan bisa dari tanah
lempung seperti membuat batu bata. Sedangkan bahan bakarnya bisa dari ranting2
kayu, serbuk gergaji maupun arang. Jika kesulitan untuk mendapatkan lempung,
dapat juga dibuat dari drum bekas.
Nilai ramah lingkungan dari kompor ini
yaitu ntidak menimbulkan asap berlebihan, dan bahan bakarnya bisa diperbarui
kiarena, berasal dari kayu, bahkan limbah kayu penggergajian. Sedangkan nilai
hemat energi koimpor ini karena tingkat pembakarannya bisa mnendekati 90%,
dimana setiap 10 ons bahan bakar maka sisa abunya tinggal 1 ons saja. Sehingga
kompor ini tidak termasuk penyumbang pemanasan global.
B.
TUNGKU ditinjau dari sisi EKONOMI
Dilihat dari segi pemakainya, tungku ini
lebih ekonomis dibanding dengan menggunakan kompor gas LPG. Rata2 rumah tangga
membutuhkan 4 tabung 3 kg/bulan, alias
12 kg LPG/bulan. Jika harga LPG rata-rata Rp 17.000, maka kebutuhan LPG
setiap rumah tangga = Rp 68.000.
Dengan menggunakan tungku Hemat Energi ini
maka kebutuhan kayu bakar per bulan 30 kg. Harga kayu bakar per kg Rp 1000,-,
maka kebutuhan per bulan = 30 x 1000 = Rp 30.000,-
Jadi penggunaan Tungku Hemat energi, bisa
menghemat Rp 68.000- 30.000 = Rp 38.000/bulan. Hal ini setara dengan 38000/68.000 x 100 % = 55,88 %
Secara potensial, nilai ekonomis tungku
dari tanah liat, jelas memiliki nilai distribusi yang lebih tinggi daripada
kompor gas. Kompor gas hanya bisa diproduksi oleh industri maju, sedangkan home
industri kesulitan untuk membuat kompor gas. Sedangkan tungku hemat energi ini
bisa dibuat oleh kebanyakan rakyat biasa. Bahannya yang mudah didapat serta
mudah pengerjaannya memungkinkan banyak home industri bisa memproduksi kompor
ini. Hal ini berbarti, produksi komporini memiliki potensi untuk mengurangi
banyaknya pengangguran di Indonesia.
Jika bahan bakar dari dibuat dari briket gergajian atau arang kayu,maupun arang
tempurung kelapa, maka hal itu merupakan peluang besar bagi rakyat untuk
memproduksi kebutuhan bahan bakar tersebut. Dua peluang di atas, produksi
kompor tanah liat, serta produsi bahan bakar briket, merupakan peluang yang bagus
untuk meningkatkan ekonomi rakyat. Dari sisi marketing, kemungkinan kompor ini
akan diminati masyarakat karena bisa dibuat dengan harga yang jauh lebih murah
daripada harga kompor gas di pasaran.
Secara sederhana, nilai ekonomis bagi
produsen kompor ini sebagai berikut :
Jika harga
tungku/kompor ini per biji 100.000, biaya produksi sekitar 75.000., maka margin
penjualan ada rp 25000 per unit. Jika 1 home industri bisa memproduksi10 buah
per hari, atau 250 unit per bulan, maka penghasilan per home induastri Rp 6.500.000/bulan.
C.
Tungku : Kesehatan, Kebudayaan dan Gender
Budaya jawa yang
menempatkan laki-laki lebih superior di dalam rumah tangga, bisa kebablasan
menempatkan wanita pada posisi inferior. Kewajiban memasak yang dibebankan
kepada wanita, seolah-olah sudah merupakan tanggung jawab pribadi wanita itu
sendiri. Kaum laki-laki merasa sudah selesai kewajibannya setelah memberikan
sejumlah nafkah kepada keluarga. Hampir tidak ada pembicaraan serius, bagaimana
laki-laki ikut bertanggung jawab mengurangi resiko yang dihadapi wanita karena
pengggunaan bahan bakar atau alat masak yang kurang tepat.
Apa yang terjadi
pada budaya Jawa tersebut, menempatkan wanita sebagai penerima resiko kesehatan
akibat kompor/tungku serta bahan bakar yang kurang tepat ? Kebocoran kompor gas
LPG dengan akibat kompor meledak, selalu menjadikan wanita sebagai korban
utamanya.
Selain persoalan
budaya, kompor gas memang dirancang dengan teknologi tinggi. Kompor gas tidak
bisa diproduksi oleh home industri sederhana. Jangankan wanita, laki-laki yang
tidak biasa dengan pekerjaan teknologi atau teknik, hampir pasti tidak bisa
merawat jika terjadi kerusakan pada kompor gas.
Di sisi lain,
tungku tradisional yang banyak dipakai di pedesaan juga memiliki resiko
kesehatan yang tinggi akibat dari banyaknya asap yang ditimbulkan. Karena
wanita yang berhadapan langsung dengan tungku, maka merekalah yang menerima
resiko utama, sakit sesak nafas. Sedangkan para laki-laki kebanyakan tidak
bisa merasakan bagaimana repotnya menggunakan tungku yang banyak mengeluarkan
asap. Karena proses pembakaran yang kurang sempurna, asap yang timbul dari
tungku tradisional sampai mengotori seluruh ruangan dalam rumah tangga miskin
di pedesaan.Asap tungku tradisional juga potensial menimbulkan sakit pernafasan. Dalam hal ini wanita dan anak-anak memiliki resiko, karena wanitalah yang bertugas memasak di dapur, sekaligus wanita juga bertugas mengasuh anak-anak di rumah..
Maka penggunaan tungku yang ramah lingkungan (tidak berasap), serta membutuhkan bahan bakar yang mudah serta murah didapatkan, merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kesehatan wanita.
Search
Translate
Tentang TAMZIS Baitulmaal
VIDEO KITA
Popular Posts
-
Semarang Rabu, 6 januari 2016. Bertempat di gedung BMT Walisongo Semarang, FBM Korwil jawa Tengah mengadakan Raker untuk masa bakti...
Hubungi Kami
Categories
Diberdayakan oleh Blogger.