TAMZIS BAITUL MAAL

"Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong" (al Qur'an Surat AnNahl ; ayat 23)

29 Januari 2015

On 19.03 by Anwar in

sumber gambar : moergiyanto.wordpress.com
A.      Wanita dan Tungku
Budaya di  wilayah Jawa Tengah khususnya, atau Jawa pada umumnya, memasak menjadi tanggung jawab utama seorang wanita. Ada beberapa cara dan alat yang digunakan  kaum wanita untuk memasak.  Sebagian besarmereka  menggunakan kompor dan gas LPG, hanya beberapa orang saja menggunakan arang kayu. Sedangkan di daerah perdesaan alat dan bahan yang digunakan untuk memasak lebih beragam , ada yang berupa kompor, pawon serta anglo/ keren. Bahan bakar yang dipakai ada yang memakai arang, kayu, serta LPG. Di antara berbagai alat dan bahan memasak tersebut yang paling banyak dignakan adalah kompor dan gas lpg.
Kompor gas merupakan alat memasak yang dibuat oleh pabrik modern. Rakyat biasa, atau home industri tidak ada yang bisa membuat kompor gas. Pemeliharaan kompor gas juga butuh teknisi khusus. Ibu-ibu rumah tangga kesulitan untuk memperbaiki kompor gas yang rusak. Pengoperasian kompor gas, juga sering bermasalah, misalnya bisa menimbulkan kebocoran, ledakan dan kebakaran. Untuk mendapatkan gas LPG juga harus membeli dengan uang tunai yang bisa merupakan kerepotan tersendiri bagi para wanita di pedessan Jawa Tengah. Ketersediaan LPG juga sering mengalami kelangkaan dengan berbagai sebab yang tidak bisa diselesaikan sendiri oleh rakyat, khususnya kaum wanita.
Di sisi lain, para wanita yang menggunakan alat masak tradisional berupa pawon, anglo, atau keren, juga menghadapi beberapa kesulitan. Misalnya, butuh kayu bakar yang relatif banyak, menimbulkan asap (polusi), serta kelangkaan alat masak tersebut di pasaran  akibat terdesak industri kompor modern. Penggunaan tungku tradisional juga berhadapan dengan  gerakan anti pemanasan global, karena dituduh sebagai salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. Walaupun tuduhan itu belum terbukti secara ilmiah jika dibandingkan dengan kerusakan alam yang diakibatkan oleh  illegal loging dan berbagai pertambangan batubara, tembaga, emas dan sebagainya.
Jadi, baik kompor gas maupun alat masak tradisional, sama-sama memiliki kekurangan yang membuat kaum wanita sebagai penerima resiko utama. Maka dibutuhkan alat masak alternatif yang bisa mengurangi berbagai kelemahan serta resiko seperti di atas, sehingga kaum wanita bisa lebih sejahtera. Dalam hal ini kesejahteraan tidak semata-mata dari sisi materi, namun dari sisi kemanusiaan, misalnya :
a.       Alat masak ini mudah dioperasikan, tidak menimbulkan resiko keocoran apalagi ledakan dan kebakaran.
b.      Mudah didapatkan, baik alat masaknya maupun bahan bakarnya.
c.       Mudah dipelihara sendiri oleh kaum wanita, tidak harus oleh teknisi khusus.
d.      Bahan bakarnya juga mudah didapatkan dipedesaan, tidak harus dengan uang tunai.
e.      Tidak menimbulkan asap, yang bisa membuat sakit nafas wanita pemakainya.

f.        Hemat bahan bakar, karena pembakarannya relatif sempurna, sehingga tidak menimbulkan pemanasan global.

Beberapa nilai  atau manfaat Tungku Hemat Energi

A.   Ramah Lingkungan, dan Hemat Energi

Hampir semua eksploitasi bahan tambang memiliki potensi  yang nyata dalam pengrusakan terhadap lingkungan. Hal itu akan lebih nyata pada pertambangan bahan bakar. Walaupun dengan angka-angka perhitungan bisnis, mungkin penggunaan LPG untuk bahan bakar kompor lebih menguntungkan, sebenarnya hal itu terjadi dalam jangka waktu terbatas, sedangkan dalam jangka panjang penggunaan LPG akan merugikan ummat manusia. Kalau dibandingkan dengan bahan bakar yang renewable (bisa diperbarui), maka resiko kerusakan lingkungan penggunaan LPG akan lebih besar. Jelas, LPG jumlahnya terbatas, tidak bisa diperbarui,  dalam proses eksploitasinya mengorbankan sejumlah lahan yang sebelumnya mungkin berupa hutan, sungai, atau tanah pertanian yang subur. Bahkan jika terjadi kesalahan prosedur, eksploitasi gas  bisa menimbulkan bencana seperti kasus LAPINDO di Sidoarjo.
Maka penggunaan bahan bakar kompor yang bisa diperbarui menjadi keniscayaan.
                Kompor dengan bahan bakar yang bisa diperbarui ini terbuat dari bahan-bahan lokal, mudah diproduksi, dan mudah perawatannya. Bahan pembuatan bisa dari tanah lempung seperti membuat batu bata. Sedangkan bahan bakarnya bisa dari ranting2 kayu, serbuk gergaji maupun arang. Jika kesulitan untuk mendapatkan lempung, dapat juga dibuat dari drum bekas.
Nilai ramah lingkungan dari kompor ini yaitu ntidak menimbulkan asap berlebihan, dan bahan bakarnya bisa diperbarui kiarena, berasal dari kayu, bahkan limbah kayu penggergajian. Sedangkan nilai hemat energi koimpor ini karena tingkat pembakarannya bisa mnendekati 90%, dimana setiap 10 ons bahan bakar maka sisa abunya tinggal 1 ons saja. Sehingga kompor ini tidak termasuk penyumbang pemanasan global.

B.      TUNGKU ditinjau dari sisi EKONOMI

Dilihat dari segi pemakainya, tungku ini lebih ekonomis dibanding dengan menggunakan kompor gas LPG. Rata2 rumah tangga membutuhkan 4 tabung 3 kg/bulan, alias  12 kg LPG/bulan. Jika harga LPG rata-rata Rp 17.000, maka kebutuhan LPG setiap rumah tangga = Rp 68.000.
Dengan menggunakan tungku Hemat Energi ini maka kebutuhan kayu bakar per bulan 30 kg. Harga kayu bakar per kg Rp 1000,-, maka kebutuhan per bulan = 30 x 1000 = Rp 30.000,-
Jadi penggunaan Tungku Hemat energi, bisa menghemat Rp 68.000- 30.000 = Rp 38.000/bulan. Hal ini setara dengan 38000/68.000 x 100 % = 55,88 % 

Secara potensial, nilai ekonomis tungku dari tanah liat, jelas memiliki nilai distribusi yang lebih tinggi daripada kompor gas. Kompor gas hanya bisa diproduksi oleh industri maju, sedangkan home industri kesulitan untuk membuat kompor gas. Sedangkan tungku hemat energi ini bisa dibuat oleh kebanyakan rakyat biasa. Bahannya yang mudah didapat serta mudah pengerjaannya memungkinkan banyak home industri bisa memproduksi kompor ini. Hal ini berbarti, produksi komporini memiliki potensi untuk mengurangi banyaknya pengangguran di Indonesia.
Jika bahan bakar dari dibuat dari  briket gergajian atau arang kayu,maupun arang tempurung kelapa, maka hal itu merupakan peluang besar bagi rakyat untuk memproduksi kebutuhan bahan bakar tersebut. Dua peluang di atas, produksi kompor tanah liat, serta produsi bahan bakar briket, merupakan peluang yang bagus untuk meningkatkan ekonomi rakyat. Dari sisi marketing, kemungkinan kompor ini akan diminati masyarakat karena bisa dibuat dengan harga yang jauh lebih murah daripada harga kompor gas di pasaran.
Secara sederhana, nilai ekonomis bagi produsen kompor ini sebagai berikut :
Jika harga tungku/kompor ini per biji 100.000, biaya produksi sekitar 75.000., maka margin penjualan ada rp 25000 per unit. Jika 1 home industri bisa memproduksi10 buah per hari, atau 250 unit per bulan, maka penghasilan per home induastri Rp 6.500.000/bulan.


C.      Tungku : Kesehatan, Kebudayaan dan Gender
Budaya jawa yang menempatkan laki-laki lebih superior di dalam rumah tangga, bisa kebablasan menempatkan wanita pada posisi inferior. Kewajiban memasak yang dibebankan kepada wanita, seolah-olah sudah merupakan tanggung jawab pribadi wanita itu sendiri. Kaum laki-laki merasa sudah selesai kewajibannya setelah memberikan sejumlah nafkah kepada keluarga. Hampir tidak ada pembicaraan serius, bagaimana laki-laki ikut bertanggung jawab mengurangi resiko yang dihadapi wanita karena pengggunaan bahan bakar atau alat masak yang kurang tepat.
Apa yang terjadi pada budaya Jawa tersebut, menempatkan wanita sebagai penerima resiko kesehatan akibat kompor/tungku serta bahan bakar yang kurang tepat ? Kebocoran kompor gas LPG dengan akibat kompor meledak, selalu menjadikan wanita sebagai korban utamanya.
Selain persoalan budaya, kompor gas memang dirancang dengan teknologi tinggi. Kompor gas tidak bisa diproduksi oleh home industri sederhana. Jangankan  wanita, laki-laki yang tidak biasa dengan pekerjaan teknologi atau teknik, hampir pasti tidak bisa merawat jika terjadi kerusakan pada kompor gas.

Di sisi lain, tungku tradisional yang banyak dipakai di pedesaan juga memiliki resiko kesehatan yang tinggi akibat dari banyaknya asap yang ditimbulkan. Karena wanita yang berhadapan langsung dengan tungku, maka merekalah yang menerima resiko utama, sakit sesak nafas. Sedangkan para laki-laki kebanyakan tidak bisa merasakan bagaimana repotnya menggunakan tungku yang banyak mengeluarkan asap. Karena proses pembakaran yang kurang sempurna, asap yang timbul dari tungku tradisional sampai mengotori seluruh ruangan dalam rumah tangga miskin di pedesaan.Asap tungku tradisional juga potensial menimbulkan sakit pernafasan. Dalam hal ini wanita dan anak-anak memiliki resiko, karena wanitalah yang bertugas memasak di dapur, sekaligus wanita juga bertugas mengasuh anak-anak di rumah..
Maka penggunaan tungku yang ramah lingkungan (tidak berasap), serta membutuhkan bahan bakar yang mudah serta murah didapatkan, merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kesehatan wanita.