23 November 2015
On 16.27 by Anwar in zakat fitrah, zakat maal
‘Amil zakat yang profesional di dalamnya bukan sekedar kumpulan petugas pelaksana, namun ada para ahli syariat yang akan menentukan kriteria penerima zakat sekalian dengan sekala priorotasnya. ‘Amil zakat itu dibentuk salah satunya adalah untuk menghindari dana-dana yang kurang mengena. Mereka bertugas melakukan pertimbangan dan memutuskan untuk memberikan porsi lebih besar pada orang tertentu atau kelompok tertentu dengan pertimbangan yang matang.
Khusus amil zakat mal, seharusnya punya kriteria yang cukup. Paling tidak mereka harus orang yang ahli di bidangnya masing-masing.
Kewajiban 'Amil Untuk Mengambil Zakat
Dari segi penyaluran, perlu diadakan riset dan penelitian tentang jumlah fakir miskin di suatu wilayah tertentu lengkap dengan potensi pengembangan sumber daya manusia mereka. Sehingga bisa dibuatkan skala prioritas yang bisa diberi zakat terlebih dahulu. Idealnya zakat yang diberikan itu harus bisa menyelesaikan problem kemiskinan dengan cara memberi peluang, pelatihan, pendidikan, motivasi dan modal real untuk usaha. Dengan bekal-bekal itu para mustahik zakat itu bisa dirubah nasibnya dan didongkrak ekonominya. Dengan harapan pada tahun-tahun mendatang mereka sudah bukan lagi mustahiq tetapi sudah jadi muzakki yang menyisihkan sebagian hartanya untuk zakat. Semua kerja itu tidak bisa dilakukan sambil lalu, tetapi membutuhkan tenaga profesional dan mahir serta solid. Dengan demikian zakat itu bisa berjalan secara sistematis.
Di zaman dahulu ‘amil zakat benar-benar efisien dalam bekerja sehingga mampu mengangkat kemiskinan seperti di zaman Umar bin Abdul Aziz dan lainnya. Sehingga secara syar`i kerja para ‘amil zakat ini didukung dengan diberikannya mereka sebagian hak harta zakat itu. Ini untuk menunjang kinerja panitia agar lebih produktif dan profesional. Namun dibatasi hanya 1/8 dari harta zakat yang terkumpul, terutama zakat mal. Karena zakat fitrah itu sifatnya sementara dan umumnya sedikit. Tidak terlalu dibutuhkan usha yang terlalu keras untuk mengerjakannya. Karena umumnya umat Islam secara berbondong-bondong akan mendatangi panita penerimaan zakat fitrah. Sedangkan pada zakat mal, memang mutlak dibutuhkan keberadaan 'amil yang profesional.
Kemampuan Khusus Buat 'Amil Zakat
Khusus amil zakat mal, seharusnya punya kriteria yang cukup. Paling tidak mereka harus orang yang ahli di bidangnya masing-masing.
1. Adanya ahli syariah agar tahu apa dan bagaimana hukum zakat itu.
2. Ada ahli managemen agar piawai memanage lembaganya dengan profesional, efektif dan efisien.
3. Ada ahli ekonomi kerakyatan dan pendataan lapangan agar tahu persis siapa saja di antara masyarakat yang masuk dalam kriteria mustahik zakat.
4. Ada ahli ekonomi perusahaan dan dunia usaha agar tahu siapa saja yang wajib zakat.
5. Dan juga ahli-hali lainnya untuk menunjang berhasilnya sistem zakat ini.
Semua potensi itu dihimpun dengan baik dan harus bekerja secara profesional selain harus aktif mendatangi para wajib zakat, bukan hanya menunggu di kantor. Untuk semua tugas berat itu, wajarlah bila mereka dikatakan sebagai amil profesional dan wajar pula mereka mendapat maksimal 1/8 bagian zakat sebagai amil. Tetapi kalau sekedar ‘amil-amilan’ dan tidak jelas tingkat profesionalismenya, jangan-jangan hanya akan memakan harta zakat. Atau sedekedar mengkoordinir zakat fitrah yang sebenarnya tidak terlalu memeras keringat.
Sesunggunya kerja amil zakat itu cukup berat karena bukan sekedar menerima dan menyalurkan zakat saja. Tetapi lebih dari itu juga punya beban untuk mengentaskan kemiskinan dan pemerataan kesejahteraan.
Kewajiban 'Amil Untuk Mengambil Zakat
Dari segi pemungutan zakat, tidak cukup hanya sekedar menunggu di sekretariat, tetapi harus menjemput bola dengan mengadakan pendataan yang akurat kepada wajib zakat. Semua lapisan umat Islam harus didata kekayaannya lalu dibuatkan kalkulasi penghitungan zakatnya hinga ditagih dari mereka. Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah SAW untuk mengambil zakat dari orang-orang kaya. Kemudian tugas itu diamanahkan kepada para petugas khusus, yaitu para amil zakat
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. At-Taubah : 103)
Dari segi penyaluran, perlu diadakan riset dan penelitian tentang jumlah fakir miskin di suatu wilayah tertentu lengkap dengan potensi pengembangan sumber daya manusia mereka. Sehingga bisa dibuatkan skala prioritas yang bisa diberi zakat terlebih dahulu. Idealnya zakat yang diberikan itu harus bisa menyelesaikan problem kemiskinan dengan cara memberi peluang, pelatihan, pendidikan, motivasi dan modal real untuk usaha. Dengan bekal-bekal itu para mustahik zakat itu bisa dirubah nasibnya dan didongkrak ekonominya. Dengan harapan pada tahun-tahun mendatang mereka sudah bukan lagi mustahiq tetapi sudah jadi muzakki yang menyisihkan sebagian hartanya untuk zakat. Semua kerja itu tidak bisa dilakukan sambil lalu, tetapi membutuhkan tenaga profesional dan mahir serta solid. Dengan demikian zakat itu bisa berjalan secara sistematis.
Dalam konteks seperti itulah para amilin layak mendapatkan bagian harta zakat karena mereka memang mencurahkan perhatian dan kerjanya sepenuhnya untuk berjalannya sistem zakat. Sedangkan panitia penerimaan dan penyaluran zakat yang sering dibuat baik di suatu masjid atau instansi namun dikerjakan dengan pasif dan menunggu saja, kurang layak untuk mendapat bagian harta zakat. Apalagi mereka telah digaji oleh instansinya sendiri. Tapi bila memang para amil itu sendiri termasuk orang miskin yang hidupnya kekurangan, maka boleh saja menerima harta zakat dari pos fakir miskin. Insya Allah pada gilirannya, dari lembaga seperti inilah nanti kita bisa mengharapkan SDM yang berpengalaman untuk mengelola zakat bila negara Islam ini resmi berdiri dalam waktu dekat. Jelas kita akan memerlukan SDM berpengalaman di lapangan untuk menggulirkan program zakat secara nasional. Kalau masih mengharapkan para pegawai bermental korup jelas merupakan musibah besar.
Bahwa lembaga-lebaga zakat ini tidak punya kekuatan untuk memerangi yang tidak bayar zakat, itu memang harus diakui. Tapi kalau kita melihat jumlah orang yang secara kesadaran mau bayar zakat dengan jumlah secara kualitatif dan kuantitastif lembaga zakat ini, kelihatannya masih berimbang. Artinya sekedar melayani zakat dari kalangan ‘sadar zakat’ pun sebenarnya lembaga-lembaga ini sudah cukup disibukkan. Apalagi bila nanti lembaga ini diresmikan sebagai salah satu badan resmi pemerintah baik berbentuk departemen atau kementerian.
Pada saat itu nanti, tentu saja idealnya lembaga-lembaga ini diisi dengan orang-orang profesional di bidangnya dan punya kapasistas yang memadai serta pengalaman lapangan yang cukup.
21 November 2015
On 08.01 by Anwar in zakat fitrah, zakat maal
Secara
bahasa, zakat itu bermakna : [1] bertambah, [2] suci, [3] tumbuh [4] barakah.
(lihat kamus Al-Mu`jam al-Wasith jilid 1 hal. 398). Makna yang kurang lebih
sama juga kita dapati bila membuka kamus Lisanul Arab. Sedangkan secara syara`,
zakat itu bermakna bagian tertentu dari harta yang dimiliki yang telah Allah
wajibkan unutk diberikan kepada mustahiqqin (orang-orang yang berhak menerima
zakat). Lihat Fiqhuz Zakah karya Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi jilid 1 halaman
38.
Kata zakat di dalam Al-Quran disebutkan 32 kali. 30 kali dengan makna
zakat dan dua kali dengan konteks dan makna yang bukan zakat. 8 dari 30 ayat
itu turun di masa Mekkah dan sisanya yang 22 turun di masa Madinah. (lihat
kitab Al-Mu`jam Al-Mufahras karya Ust. Muhammad fuad Abdul Baqi). Sedangkan
Imam An-Nawawi pengarang kitab Al-Hawi mengatakan bahwa istilah zakat adalah
istilah yang telah dikenal secara `urf oleh bangsa Arab jauh sebelum masa Islam
datang. Bahkan sering disebut-sebut dalam syi`ir-syi`ir Arab Jahili
sebelumnya.
Hal yang sama dikemukakan oleh Daud Az-Zhahiri yang mengatakan
bahwa kata zakat itu tidak punya sumber makna secara bahasa. Kata zakat itu
merupakan `urf dari syariat Islam.
A.
Perbedaan Antara Zakat, Infaq dan Shadaqah
Kata
shadaqah makna asalnya adalah tahqiqu syai`in bisyai`i, atau menetapkan /
menerapkan sesuatu pada sesuatu. Dan juga berasal dari makna membenarkan
sesuatu. Meski lafaznya berbeda, namun dari segi makna syar`i hampir-hampir
tidak ada perbedaan makna shadaqah dengan zakat. Bahkan Al-quran sering
menggunakan kata shadaqah dalam pengertian zakat.
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka.
Sesungguhnya do'a kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.? (QS. At-Taubah :103).
Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang zakat;
jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika
mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi
marah. (QS.At-Taubah : 58).
Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah : 60).
Rasulullah SAW dalam hadits pun sering menyebut shadaqah dengan
makna zakat. Misalnya hadits berikut : Harta yang kurang dari lima wasaq
tidak ada kewajiban untuk membayar shadaqah (zakat). (HR. Bukhari Muslim). Begitu juga dalam hadits yang
menceritakan mengiriman Muaz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah SAW memberi
perintah,"beritahu mereka bahwa Allah mewajibkan mereka mengeluarkan
shadaqah (zakat) dari sebagian harta mereka".
Sehingga Al-Mawardi mengatakan bahwa shadaqah itu adalah zakat dan
zakat itu adalah shadaqah. Namanya berbeda tapi maknanya satu. (lihat Al-ahkam
As-Sulthaniyah bab 11). Bahkan orang yang menjadi Amil zakat itu sering disebut
dengan Mushaddiq, karena dia bertugas mengumpulkan shadaqah (zakat) dan
membagi-bagikannya.
Kata shadaqah disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 12 kali yang
kesemuanya turun di masa Madinah. Hal yang membedakan makna shadaqah dengan
zakat hanyalah masalah `urf, atau kebiasaan yang berkembang di tengah
masyarakat. Sebenarnya ini adalah semcam penyimpangan makna. Dan jadilah pada
hari ini kita menyebut kata shadaqah untuk yang bersifat shadaqah sunnah /
tathawwu`. Sedangkan kata zakat untuk yang bersifat wajib. Padahal ketika
Al-Quran turun, kedua kata itu bermakna sama. Hal yang sama juga terjadi pada
kata infaq yang juga sering disebutkan dalam Al-Quran, dimana secara kata infaq
ini bermakna lebih luas lagi. Karena termasuk di dalamnya adalah memberi nafkah
kepada istri, anak yatim atau bentuk-bentuk pemberian yang lain. Dan secara
`urf, infaq pun sering dikonotasikan dengan sumbangan sunnah.
B.
Kewajiban Untuk Mengeluarkan Zakat
Ada dua kemungkian orang tidak mengeluarkan zakat. Kemungkinan
pertama, adalah orang yang enggan bayar zakat, namun tidak sampai mengingkari
adanya kewajiban zakat dalam syariat Islam. Kemungkinan yang kedua, sudah lebih
parah, yaitu mengingkari eksistensi adanya syariat zakat dalam hukum Islam.
Maka sanksi bagi kasus kedua adalah lepasnya status keislaman dan halal
darahnya. Awal para shahabat pun memandang bahwa kaum yang tidak mau bayar
zakat sepeninggal Rasulullah SAW itu tidak perlu dibunuh atau tidak perlu
diperangi. Namun Abu Bakar melihat kasus itu lebih dalam dan menemukan bahwa
pangkal persoalannya bukan semata-mata curang atau menghindar, melainkan sudah
sampai kepada level pengingkaran adanya syariat zakat itu sendiri. Hal itu
dijelaskan di dalam hadits berikut ini :
Dari Abi Hurairah ra bahwa ketika Rasulullah SAW wafat dan Abu
Bakar menjadi khalifah, sebagian orang orang arab menjadi kafir. Umar
bertanya,”Mengapa Anda memerangi mereka ? Padahal Rasulullah SAW telah
bersabda,”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan
La Ilaaha Illallah, yang telah mengucapkannya maka terlindung dariku harta dan
jiwanya dan hisabnya kepada Allah SWT ?”. Abu Bakar menjawab,”Demi Allah, aku
pasti memerangi mereka yang membedakan antara shalat dan zakat. Sebab zakat
adalah hak harta. Demi Allah, seandainya mereka menolak membayar seekor
kambing muda yang dahulu pernah dibayarkannya kepada Rasulullah SAW,
pastilah aku perangi”. Umar berkata,”Demi Allah, hal ini tidak lain karena Allah
SWT telah melapangkan dada Abu Bakar dan baru aku tahu bahwa hal itu adalah
benar”. (HR. Bukhari Muslim
Abu daud Tirmizi Nasai Ahmad)
Setelah mengetahui duduk persoalannya, barulah para shahabat
lainnya menyadari perbedaan mendasar dua kasus itu. Maka berangkatlah pasukan
yang memerangi pada ‘jahid’ zakat. Tindakan Abu Bakar itu bisa dikatakan
menjadi kesepakatan para shahabat di kala itu.
Search
Translate
Tentang TAMZIS Baitulmaal
VIDEO KITA
Popular Posts
-
Semarang Rabu, 6 januari 2016. Bertempat di gedung BMT Walisongo Semarang, FBM Korwil jawa Tengah mengadakan Raker untuk masa bakti...
Hubungi Kami
Categories
Diberdayakan oleh Blogger.