06 Desember 2015
On 20.32 by Anwar in wakaf
Oleh : Ust. Ahmad Sarwat, Lc.
1. Pengertian Waqaf
Waqaf itu sejenis ibadah maliyah yang speksifik. Asal katanya dari kata wa-qa-fa (قٔف ) yang artinya tetap atau diam. Maksudnya adalah bahwa seseorang menyerahkan harta yang tetap ada terus wujudnya namun selalu memberikan manfaat dari waktu ke waktu tanpa kehilangan benda aslinya.
2. Masyru'iyah Waqaf
Dari Abdullah bin Umar ra berkata bahwa Umar bin al-Khattab mendapat sebidang tanah di khaibar. Beliau mendatangi Rasulullah SAW meminta pendapat beliau,"Ya Rasulallah, aku mendapatkan sebidang tanah di Khaibar yang belum pernah aku dapat harta lebih berharga dari itu sebelumnya. Lalu apa yang anda perintahkan untukku dalam masalah harta ini?". Maka Rasulullah SAW berkata,"Bila kamu mau, bisa kamu tahan pokoknya dan kamu bersedekah dengan hasil panennya. Namun dengan syarat jangan dijual pokoknya (tanahnya), jangan dihibahkan, jangan diwariskan". Maka Umar ra bersedekah dengan hasilnya kepada fuqara, dzawil qurba, para budak, ibnu sabil juga para tetamu. Tidak mengapa bila orang yang mengurusnya untuk memakan hasilnya atau memberi kepada temannya secara makruf, namun tidak boleh dibisniskan atau (HR. Muttafaq 'alaihi)
Misalnya adalah pohon kurma. Pohon itu bersifat tetap, yakni ada terus. Yang dimanfaatkan adalah hasil atau manfaatnya. Misal yang lain adalah sumur, yaitu airnya bebas diambil orang namun sumur itu selalu tetap ada.
Harta yang sudah diwakafkan sebenarnya statsunya sama dengan semua pemberian lainnya, yaitu si pemberi sudah tidak lagi punya hak atas apapun atas harta itu. Namun hal itu tergantung akadnya. Bisa saja akad sebuah waqaf itu hanya pada manfaatnya, sedangkan kepemilikan benda itu tetap masih ada dimiliki oleh si empunya.
Contohnya adalah seekor kambing yang diwakafkan susunya. Kambing itu tetap miliknya namun bila ada susu yang diperas, maka misalnya menjadi hak fakir miskin. Akad seperti itu pun bisa dibenarkan. Begitu juga tentang penerima wakaf itu, bisa dikhususkan kepada orang tertentu saja tetapi bisa saja umum. Misalnya, tanah yang diwakafkan untuk kuburan keluarga dan ahli warisnya. Sedangkan untuk masjid biasanya manfatnya untuk seluruh umat Islam, tidak hanya khusus kelurga. Jadi wakaf itu memang bisa juga hanya diperuntukkan kepada kalangan tertentu saja sebagaimana amanat yang memberi wakaf. Satu hal lagi yang penting adalah bahwa harta yang sudah diwaqafkan itu tidak boleh diwariskan. Karena bila sejak awal kepemilikannya memang sudah dilepas, para ahli waris tidak berhak mengaku-ngaku sebagai pemilik. Para ahli waris ini sama sekali tidak punya hak apalagi kewajiban untuk mengelola sebuah harta wakaf bila memang tidak diserahkan oleh si pemberi wakaf. Yang berhak dan berkewajiban adalah nazir wakaf itu. Dan dalam hukum di negeri ini, penunjukan nazir wakaf itu dikuatkan dengan sebuah akte wakaf. Namun nazir bukanlah pemilik, sehingga tidak berhak menjualnya, menyewakannya atau pun memanfaatkannya bila tidak sesuai dengan amanah yang diberikan. Kewajiban keluarga dan juga semua lapisan masyarakat adalah mengingatkan nazir agar menjalankan amanat sesuai apa yang diminta oleh pemberi wakaf. Sebab bila dia khianat, maka dia pasti berdosa dan diancam oleh Allah SWT.
3. Pemindahan Waqaf
Sebagian dari ulama membolehkan menjual harta wakaf yang memang sudah tidak bermanfaat lagi untuk dibelikan barang yang sama di tempat lain. Misalnya bila sebuah masjid terkena gusur proyek pemerintah, tanahnya boleh dijual namun wajib dibangunkan masjid lagi di tempat lain. Sedangkan merubah manfaat harta wakaf bukanlah hal yang disepakati oleh kebanyakan ulama.
1. Pengertian Waqaf
Waqaf itu sejenis ibadah maliyah yang speksifik. Asal katanya dari kata wa-qa-fa (قٔف ) yang artinya tetap atau diam. Maksudnya adalah bahwa seseorang menyerahkan harta yang tetap ada terus wujudnya namun selalu memberikan manfaat dari waktu ke waktu tanpa kehilangan benda aslinya.
2. Masyru'iyah Waqaf
عَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ الله ُعَنْهُمَا قَالَ : اًصَابَ عُمَرُ أَرْضا بخير فاتى النبي ص يستأ مره فيها فقال : يا رسول الله إني أصبت أرضا بخير لم أصب ما لا قط هو أنفس عندى منه قال : إنشءت حبست اصلها
وتصدقت بها. قال : فتصدق بها عمر غير أنه لا يباع أصلها ولا يورڽ ولا يو هبو فتصدق بها في الفقراء وفي القربى و في الرقاب وفي سبيل الله وابن السبيل والضيف لا ناح علي من وليها أن يأ كل منها بالمعروف ويطعم صديقا غير متمول مالا-- متفق عاليهDari Abdullah bin Umar ra berkata bahwa Umar bin al-Khattab mendapat sebidang tanah di khaibar. Beliau mendatangi Rasulullah SAW meminta pendapat beliau,"Ya Rasulallah, aku mendapatkan sebidang tanah di Khaibar yang belum pernah aku dapat harta lebih berharga dari itu sebelumnya. Lalu apa yang anda perintahkan untukku dalam masalah harta ini?". Maka Rasulullah SAW berkata,"Bila kamu mau, bisa kamu tahan pokoknya dan kamu bersedekah dengan hasil panennya. Namun dengan syarat jangan dijual pokoknya (tanahnya), jangan dihibahkan, jangan diwariskan". Maka Umar ra bersedekah dengan hasilnya kepada fuqara, dzawil qurba, para budak, ibnu sabil juga para tetamu. Tidak mengapa bila orang yang mengurusnya untuk memakan hasilnya atau memberi kepada temannya secara makruf, namun tidak boleh dibisniskan atau (HR. Muttafaq 'alaihi)
Misalnya adalah pohon kurma. Pohon itu bersifat tetap, yakni ada terus. Yang dimanfaatkan adalah hasil atau manfaatnya. Misal yang lain adalah sumur, yaitu airnya bebas diambil orang namun sumur itu selalu tetap ada.
Harta yang sudah diwakafkan sebenarnya statsunya sama dengan semua pemberian lainnya, yaitu si pemberi sudah tidak lagi punya hak atas apapun atas harta itu. Namun hal itu tergantung akadnya. Bisa saja akad sebuah waqaf itu hanya pada manfaatnya, sedangkan kepemilikan benda itu tetap masih ada dimiliki oleh si empunya.
Contohnya adalah seekor kambing yang diwakafkan susunya. Kambing itu tetap miliknya namun bila ada susu yang diperas, maka misalnya menjadi hak fakir miskin. Akad seperti itu pun bisa dibenarkan. Begitu juga tentang penerima wakaf itu, bisa dikhususkan kepada orang tertentu saja tetapi bisa saja umum. Misalnya, tanah yang diwakafkan untuk kuburan keluarga dan ahli warisnya. Sedangkan untuk masjid biasanya manfatnya untuk seluruh umat Islam, tidak hanya khusus kelurga. Jadi wakaf itu memang bisa juga hanya diperuntukkan kepada kalangan tertentu saja sebagaimana amanat yang memberi wakaf. Satu hal lagi yang penting adalah bahwa harta yang sudah diwaqafkan itu tidak boleh diwariskan. Karena bila sejak awal kepemilikannya memang sudah dilepas, para ahli waris tidak berhak mengaku-ngaku sebagai pemilik. Para ahli waris ini sama sekali tidak punya hak apalagi kewajiban untuk mengelola sebuah harta wakaf bila memang tidak diserahkan oleh si pemberi wakaf. Yang berhak dan berkewajiban adalah nazir wakaf itu. Dan dalam hukum di negeri ini, penunjukan nazir wakaf itu dikuatkan dengan sebuah akte wakaf. Namun nazir bukanlah pemilik, sehingga tidak berhak menjualnya, menyewakannya atau pun memanfaatkannya bila tidak sesuai dengan amanah yang diberikan. Kewajiban keluarga dan juga semua lapisan masyarakat adalah mengingatkan nazir agar menjalankan amanat sesuai apa yang diminta oleh pemberi wakaf. Sebab bila dia khianat, maka dia pasti berdosa dan diancam oleh Allah SWT.
3. Pemindahan Waqaf
Sebagian dari ulama membolehkan menjual harta wakaf yang memang sudah tidak bermanfaat lagi untuk dibelikan barang yang sama di tempat lain. Misalnya bila sebuah masjid terkena gusur proyek pemerintah, tanahnya boleh dijual namun wajib dibangunkan masjid lagi di tempat lain. Sedangkan merubah manfaat harta wakaf bukanlah hal yang disepakati oleh kebanyakan ulama.
On 18.38 by Anwar in wakaf
A. Pengertian Wakaf.
Wakaf secara bahasa berasal dari kata waqafa ( وقف) yang berarti habasa (menahan), al man'u (menghalangi). Dalam merumuskan divinisi wakaf di kalangan ulama fikih terjadi perbedaan pendapat. Abu HAnuifah merumuskan difinisi wakaf dengan menahan benda milik oranhg yang berwakaf dengan menahanbenda milik orang yang berwakafdan menyedekahkan manfaatnya untuk kebaikkan. Berdasrkan definisi ini, Abu Hanifah menyatakan bahwaakad wakaf bersifat tidak mengikat (ghairu lazim) dalam pengertian bahwa orang yang berwakaf dapat saja menarik kembali wakafnya dan menjualnya. ini berarti menurut Abu Hanifah wakaf tidak melepaskan hak pemilikan wakif atas benda wakaf secara mutlak. Menurut abu Hanifah wakaf baru bersifat mengikat dalam beberapa keadaan :
1. Jika ada keputusan hakim bahwa wakaf itu mengikat.
2. Peruntukan wakaf untuk masjid.
3. Jika wakif telah meninggal dunia
Menurut Ulama Malikiyah : Wakaf adalah menjadikan manfaat harta wakif berupa sewa maupuin hasilnya seperti dirham (uang ) untuk orang-orang yang berhak, dengan sighat tertentu , dalam jangka tertentu sesuai dengan kehendak wakif. senada dengan abu Hanifah, menurut Malikiyah bahwa dengan akad wakaf tidak melepaskan kepemilikan secara mutlak hak dari wakif. Wakif menahan hak penggunaan harta yang diwakafkan dan membolehkan pemanfaat hasilnya untuk tujuan kebaikandalam jangka waktu tertentu. Dalam hal inni ulama Malikiyah tidak mensyaratkan wakaf itu untuk selama-lamanya.
Menurut Syafiiyah, wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan dengan tetapnya dzat benda, yang menghalangi wakif dan lainnya dari tindakan hukum yang dibolehkan, atau tindakan hukum untuk kebaikkan dan mendekatkan diri kepada Allah s.w.t.
Wakaf secara bahasa berasal dari kata waqafa ( وقف) yang berarti habasa (menahan), al man'u (menghalangi). Dalam merumuskan divinisi wakaf di kalangan ulama fikih terjadi perbedaan pendapat. Abu HAnuifah merumuskan difinisi wakaf dengan menahan benda milik oranhg yang berwakaf dengan menahanbenda milik orang yang berwakafdan menyedekahkan manfaatnya untuk kebaikkan. Berdasrkan definisi ini, Abu Hanifah menyatakan bahwaakad wakaf bersifat tidak mengikat (ghairu lazim) dalam pengertian bahwa orang yang berwakaf dapat saja menarik kembali wakafnya dan menjualnya. ini berarti menurut Abu Hanifah wakaf tidak melepaskan hak pemilikan wakif atas benda wakaf secara mutlak. Menurut abu Hanifah wakaf baru bersifat mengikat dalam beberapa keadaan :
1. Jika ada keputusan hakim bahwa wakaf itu mengikat.
2. Peruntukan wakaf untuk masjid.
3. Jika wakif telah meninggal dunia
Menurut Ulama Malikiyah : Wakaf adalah menjadikan manfaat harta wakif berupa sewa maupuin hasilnya seperti dirham (uang ) untuk orang-orang yang berhak, dengan sighat tertentu , dalam jangka tertentu sesuai dengan kehendak wakif. senada dengan abu Hanifah, menurut Malikiyah bahwa dengan akad wakaf tidak melepaskan kepemilikan secara mutlak hak dari wakif. Wakif menahan hak penggunaan harta yang diwakafkan dan membolehkan pemanfaat hasilnya untuk tujuan kebaikandalam jangka waktu tertentu. Dalam hal inni ulama Malikiyah tidak mensyaratkan wakaf itu untuk selama-lamanya.
Menurut Syafiiyah, wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan dengan tetapnya dzat benda, yang menghalangi wakif dan lainnya dari tindakan hukum yang dibolehkan, atau tindakan hukum untuk kebaikkan dan mendekatkan diri kepada Allah s.w.t.
Search
Translate
Tentang TAMZIS Baitulmaal
VIDEO KITA
Popular Posts
-
Semarang Rabu, 6 januari 2016. Bertempat di gedung BMT Walisongo Semarang, FBM Korwil jawa Tengah mengadakan Raker untuk masa bakti...
Hubungi Kami
Categories
Diberdayakan oleh Blogger.