TAMZIS BAITUL MAAL

"Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong" (al Qur'an Surat AnNahl ; ayat 23)

20 November 2015

On 23.57 by Anwar in
Sepintas lalu sedekah itu ‘sekedar’ mengeluarkan sebagian milik kita untuk pihak lain. Bagi yang sudah biasa, sedekah bukanlah hal yang sulit. Karena prinsip sedekah adalah memberi, atau berbagi dengan fihak lain atas apa yang kita miliki.  Namun, bagi yang belum biasa, maka sedekah merupakan kegiatan yang berat, bagaikan mendaki langit. Bagaimana rizki yang susah mencarinya harus dibagikan kepada orang yang tidak ikut andil dalam mencarinya? Maka, agar menjadi gemar sedekah dibutuhkan tahapan-tahapan sedekah.

1.       Mind set sedekah
Coba kita lihat pada diri kita : Ingin Memiliki pakaian yang bagus, handphone keluaran paling akhir, kecukupan makan dan minum, memiliki pekerjaan mapan,  rumah yang nyaman, kendaraan yang indah, dan seterusnya, adalah sejumlah keinginan yang biasa ada pada diri  kita. Rasa ingin memiliki pada diri manusia, adalah hal yang wajar. Dalam  falsafah materialisme yang mengajarkan bahwa kebutuhan manusiaitu tidak terbatas.
Apa yang terjadi jika keinginan manusia tidak dibatasi, alias tidak dikendalikan.? Berebut, bersaing, saling menjegal, bahkan saling membenci dan saling menghancurkan.

Keinginan manusia harus dibatasi. Seberapa batasnya ? Memang relatif.
Agama Islam mengajarkan, bahwa kepemilikan harta tidak hanya berhenti setelah dimiliki. Harta yang telah menjadi milik kita, dianjurkan untuk disedekahkan sebagian. Jadi mind set (pola pikir)  yang perlu diciptakan dalam benak setiap muslim adalah mencari harta tidak semata-mata ingin memiliki, namun agar bisa memberi  atau bersedekah, menolong agama Allah, serta menolong kepada sesama manusia.
Coba kita cermati , ayat Al Qur ‘an yang berbicara masalah memberikan sedekah/infak/zakat jumlahnya lebih banyak daripada ayat-ayat tentang perintah mencari rizki. Ini artinya, bahwa tujuan utama mencari rizki adalah agar bisa memenuhi perintah Allah, yaitu memberi/berbagi di jalan-Nya serta untuk kebahagiaan orang lain. Tujuan mencari rizki yang utama bukanlah agar kita kaya, bukan agar manusia  bisa menghimpun harta, bukan untuk meningkatkan status social. Tujuan mendapatkan rizki Allah adalah untuk disalurkan/diberikan  kepada mereka yang berhak, sebagaimana dalam Al Qur ‘an Surat Al Baqoroh  di bawah ini :

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.(177)

Al Baqoroh : 215. mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.

Dari dua ayat di atas sangat jelas, bahwa tujuan pencarian harta dalam Islam bukan untuk ditimbun sehingga memiliki status sebagai  orang kaya, namun untuk disalurkan, atau untuk dinafkahkan kepada mereka yang berhak.
Dalam benak seorang muslim, semangat memberi atau berbagi mendahului keinginan untuk memiliki harta tertentu. Memberi, berbagi atau  menafkahi adalah tujuan/prioritas utama, sedangkan memiliki sarana-sarana untuk berbagi tersebut merupakan konsekuensi logis dari semangat memberi. Sebagai contoh sederhana, misalnya Anda ingin membantu anak yatim.  Kalau hanya membantu satu anak yatim, mungkin  hanya  dibutuhkan dana sekitar Rp 400.000/bulan. Namun, jika yang akan kita tanggung sebanyak 50 anak yatim, maka dibutuhkan dana, tempat, serta sarana yang lebih banyak/besar. Jadi besarnya sarana, atau banyaknya harta Anda bukan karena Anda ingin kaya, namun karena jumlah yang harus Anda tanggung semakin banyak.
Intinya, berbagi atau memberi atau menafkahi adalah motif utama memiliki harta, sedangkan banyaknya harta merupakan konsekuensi logis atas besar/banyaknya tanggungan kita. Berbagi atau memberi bisa kita lakukan dengan banyak cara, mulai dari perbuatan yang sederhana, hingga memberi bantuan ratusan juta.

2.      Senyum
Setiap orang bisa memiliki mindset memberi atau berbagi. Semua manusia adalah makhluk yang didesain oleh Allah dengan sempurna. Manusia, sejatinya, mkhluk yang paling sophisticated ( canggih ) dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan manusia jauh melebihi makhluk lainnya. Misalnya, manusia memiliki kemampuan mimik/raut wajah yang unik, dibanding dengan binatang. Raut wajah binatang cenderung tetap, sedangkan raut wajah manusia bisa berubah-ubah. Kita akan kesulitan untuk membedakan raut wajah binatang yang sedang lapar dengan yang kenyang. Atau raut wajah binatang yang sedang gembira dengan yang sedang bersedih.
Manusia berbeda dengan binatang. Kalau binatang tidak mampu membedakan ekspresi wajahnya antara gembira dan sedih, manusia lebih mampu. Sehingga tidak ada seorangpun yang tidak bisa bersedekah selama masih bisa mengekspresikan wajahnya.
 Berbagai aktifitas manusia bisa vernilai sedekah, asalkan dilakukan dengan wajar, tanpa tekanan, demi mendapatkan Ridho-Nya.