TAMZIS BAITUL MAAL

"Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong" (al Qur'an Surat AnNahl ; ayat 23)

15 Mei 2010

On 00.21 by Tamaddun in

Keluarga adalah bangunan organisasi paling kecil dari sebuah masyarakat.  Dari lembaga terkecil inilah baik atau buruknya tatanan masyarakat ditentukan. Jika dalam suatu komunitas/masyarakat terdapat keluarga-keluarga yang harmonis, maka terbentuklah tatanan masyarakat yang harmonis pula.  Sebaliknya, banyaknya keluarga yang tidak harmonis akan sangat potensial membuat kehidupan masyarakat  menjadi tidak  teratur.
Keharmonisan dalam rumah tangga membutuhkan sejumlah landasan nilai, serta ukuran kesopanan yang perlu dipegang bersama oleh seluruh anggota keluarga.  Agama Islam, melalui tuntunan Nabi Muhammad s.a.w., telah  menggariskan kegiatan/akhlak mana saja  yang perlu dipupuk, serta akhlak seperti apa yang perlu dihindari dalam keluarga muslim.
Di bawah ini sebagian dari akhlak yang perlu diperhatikan setiap keluarga muslim.

1.      Menjaga Ajaran Allah s.w.t.
Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah di belakang Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada suatu hari dan beliau bersabda: "Wahai anak  muda, peliharalah (ajaran) Allah, niscaya Dia akan memelihara engkau dan peliharalah (ajaran) Allah, niscaya engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu. Jika engkau meminta sesuatu, mintalah kepada Allah dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah." Riwayat Tirmidzi.

Tugas menjaga ajaran Allah ini selayaknya menjadi prioritas seorang kepala rumah tangga muslim dalam urusan keluarganya. Menjaga ajaran Allah ini meliputi kegiatan yang sangat luas,  namun, perlu disadari bahwa semua kegiatan yang berkaitan dengan keluarga membutuhkan proses. Tidak bisa semua ajaran Allah terlaksana seketika. Yang perlu dijaga adalah semangat, serta nuansa  dalam keluarga untuk senantiasa menjaga ajaran-ajaran Allah s.w.t.
Anda bisa mengambil skala prioritas, misalnya dalam ibadah sholat. Tanamkan terus kepada anggota keluarga, bahwa sholat merupakan hal yang vital yang tidak bisa ditawar. Sebagai kepala keluarga, Anda harus menunjukkan secara nyata, bahwa Anda sendiri benar-benar mengutamakan sholat. Jagalah sholat Anda, dengan ekstra disiplin melakukannya. Matikan televisi begitu waktu sholat tiba, ambil air wudhu, dan ajaklah anggota keluarga melakukan sholat jamaah. Sholat jamaah bisa anda lakukan di rumah, namun lebih afdhol lakukan berjamaah di masjid atau mushola terdekat. Jangan ada kompromi dengan   kegiatan lain terhadap masalah sholat. Mengulur-ulur waktu sholat, apalagi meninggalkan sholat, akan menimbulkan persepsi pada benak anak, bahwa sholat bisa ditawar.
Tanamkan kepada anggota keluarga, dengan memelihara ajran-ajaran Allah, maka kita akan mendapatkan balasan langsung, bahwa Allah juga akan memelihara kita. Melaksanakan ajaran Allah, hasilnya bukan untuk Allah, namun untuk pelakunya, yaitu seluruh anggota keluarga. Maka, selanjutnya, meminta suatu kebutuhan , serta pertolongan, hanya pantas diajukan kepada Allah, bukan kepada manusia.  Berikanlah contoh kepada anggota keluarga, bahwa Anda hanya tergantung kepada Allah, bukan kepada manusia, apalagi  kepada dukun dan tukang ramal.

2.      Gemar meminta maaf, serta bertaubat.
Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap anak Adam itu mempunyai kesalahan, dan sebaik-baik orang yang mempunyai kesalahan ialah orang-orang yang banyak bertaubat." Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah. Sanadnya kuat.
Sikap rendah hati, bukan rendah diri, dan tidak juga congkak, perlu ditanamkan kepada anggota keluarga muslim. Meminta maaf akan ringan dilakukan, kalau pelakunya merasa rendah hati lebih dahulu.  Anda mesti gemar introspeksi, alias mukhasabah lebih dahulu, agar tidak keberatan untuk meminta maaf. 
 Orang yang rendah hati tidak akan canggung mengakui kesalahan-kesalahannya. Namun, meminta maaf  bukanlah perbuatan yang mudah. Karena lingkungan budaya sekarang, cenderung membuat orang untuk tinggi hati, egois serta selalu merasa benar. Sikap rendah hati memerlukan perjuangan. Tugas kepala keluarga adalah memberi contoh yang baik mengenai sikap rendah hati ini.  Untuk memulai meminta maaf, bisa diawali antara suami dan istri lebih dulu, ketika menjelang tidur. Utarakan setulus hati kepada pasangan Anda, jika seharian atau seminggu yang lalu ada hal-hal yang kurang berkenan, mohon dimaafkan.  Kalau antara suami-istri sudah biasa saling meminta dan memberi  maaf, maka akan lebih mudah meminta maaf di hadapan anak. Kesediaan kita untuk meminta maaf kepada anak, berarti memberikan contoh kepada mereka untuk berendah hati, bersedia mengakui kesalahan-kesalahan yang dilakukan.
Kecuali meminta maaf kepada sesama anggota keluarga, Anda mesti senantiasa meminta maaf kepada Allah s.w.t. Hal ini tidaklah sulit jika Anda sudah biasa melakukan sholat sejak kecil. Dalam sholat-sholat kita , terutama bacaan rukuk dan sujud mengandung do’a yang intinya mohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang pernah kita lakukan.
3.      Sikap adil (tidak dholim) dan dermawan (tidak kikir)
Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jauhilah kedholiman karena kedholiman ialah kegelapan pada hari kiamat, dan jauhilah kikir karena ia telah membinasakan orang sebelummu." Riwayat Muslim.
Bersikap adil dan dermawan merupakan fondasi penting sebagai akhlak dalam keluarga. Perlakukan anak-anak Anda dengan adil, maka anak Anda juga akan bisa berbuat adil. Adil itu berbuat sesuai dengan proporsinya. Belikan pakaian anak-anak laki-laki Anda sesuai dengan karakter laki-laki, demikian juga dengan anak perempuan. Jangan karena alasan kasih sayang, Anda menuruti anak laki-laki Anda untuk berpakaian perempuan, atau sebaliknya.  Banyak kasus timbulnya sifat banci pada laki-laki, karena  salah asuh di waktu kecil, akibat orang tua memanjakan anak secara salah.
Untuk bisa adil,  memang  membutuhkan pengetahuan, rasa serta jiwa yang lapang. Sadarilah semua itu dalam proses yang sedang berjalan. Suatu saat, demi keadilan dibutuhkan pengorbanan. Mungkin Anda penggemar bola,  sedangkan  anak perempuan Anda senang mendengarkan music. Jika di rumah Anda hanya ada satu televisi, maka tidak harus memaksakan menonton bola, kalau anak anda menghendaki menonton pertunjukan  musik.
  Di suatu saat, jika sudah waktunya sholat maghrib anak-anak Anda masih nonton tv, maka Anda harus bisa tegas, bahwa saat itu bukan waktu yang tepat untuk nonton tv. Waktu sholat sudah pasti, tidak bisa ditawar.
Menurut hadits di atas keluarga juga mesti dididik untuk dermawan (tidak kikir). Sikap ini mempermudah Anda menjadi akrab dengan tetangga. Bukankah jika terjadi sesuatu yang kurang baik atas kelkuarga kita, maka tetangga lebih dulu yang dimintai tolong? Maka, sikap dermawan merupakan solusi agar ada hubungan harmonis antara keluarga Anda dengan tetangga Anda.  Ajarilah anak Anda sedekah, untuk menumbuhkan rasa peduli kepada sesama. Banyak kenikmatan dari Allah yang diperoleh jika keluarga Anda gemar sedekah, antara lain diberkahi  rizki Anda , dimudahkan urusan Anda, dipanjangkan usia Anda, dan dianugerahi keluarga yang sakinah,  mawadah , wa rahmah. Amin.

4.      Tidak suka berprasangka buruk (su’udhon)
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jauhkanlah dirimu dari prasangka buruk, sebab prasangka buruk adalah ucapan yang paling bohong." (Muttafaq Alaihi).
Parasangka buruk atau su’udhon, bisa menyakitkan hati orang lain. Namanya saja prasangka, hanya berdasarkan perkiraan, tidak ada bukti dan saksi. Prasangka buruk, lebih banyak salahnya daripada benarnya. Maka jauhilah prasangka buruk, apalagi antara suami dan istri.  Bersikaplah terbuka, jujur, transparan, apa adanya antara  suami istri, serta antara orangtua dan anak-anak. Jangan mudah termakan gossip dari orang lain. Banyak kasus kerusakan rumah tangga terjadi karena bersumber dari prasangka buruk yang  awalnya  dipicu oleh gossip.
Kalau ada suatu kejanggalan terjadi pada suami atau istri, lebih baik bicara secara terbuka. Bicaralah Anda berdua, jangan ada fihak ke tiga, bahkan anak Anda jangan Anda libatkan. Ini untuk mnghindari agar masalahnya tidak  melebar. Jangan ada orang lain yang tahu sebelum Anda berdua saling mengetahui, bahwa Anda berdua sedang ada masalah.
 Suami istri masing-masing adalah belahan jiwa. Intinya, hilangkanlah  prasangka-prasangka (su’udhon-su’udhon), namun Anda mesti berjiwa besar, berlapang dada, bernalar sehat untuk membicarakan  masalah Anda berdua. Jangan merasa paling benar. Ambillah sikap ingin tahu/ingin faham tentang pasangan Anda. Kalau pasangan Anda sudah memberitahu dan Anda bisa menerima penjelasannya, maka jangan lupa bersikap rendah hati dengan cara meminta maaf kalau menyinggung, karena telah bertanya tentang diri pasangan Anda.
Insya Allah, jika sikap terbuka antara suami-istri sudah tumbuh, sekaligus sikap su’udhon terhapus dari keluarga, maka keluarga Anda menjadi sakinah, mawadah wa rahmah. Amin


5.      Berperangai  baik dan berkata lembut.
Dari Abu Darda' Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah murka kepada orang yang berperangai jahat dan berlidah kotor." Hadits shahih riwayat Tirmidzi.
Seorang anak baru berumur 4 tahun,  tiba-tiba membentak-bentak  dengan kata-kata kasar, serta menyebut –nyebut binatang kaki empat. Orang tuanya kaget bukan kepalang. Lalu anak itu ditanya, darimana dia bisa ngomong semacam itu. Anak itu menjawab, bahwa dia menirukan sinetron di televisi.
Lingkungan sangat berpengaruh kepada akhlak anak-anak Anda. Ciptakanlah lingkungan yang baik dalam keluarga ,  dimulai dari diri kita (orang tua). Usahakan untuk selalu murah senyum kepada anak-anak, apalagi kepada tamu.  Jangan menampakkan perangai yang sangar/garang atau jahat. Rosulullah mengajarkan kepada kita untuk menampakkan wajah yang  lembut, ramah, ceria,  serta tidak jahat. Di samping wajah yang ramah, kita juga harus menjaga lisan, agar selalu berkata-kata yang baik, tidak kotor dan jorok.
Orang tua (suami istri) merupakan orang pertama yang harus memberikan contoh kepada anak-anak untuk berwajah ceria/ramah serta berkata-kata yang baik, alias  tidak kotor. Setelah itu, ciptakan lingkungan yang mendukung agar tidak ada suara-suara kotor di rumah Anda, misalnya dengan  selektif memilih acara-acara televisi , serta selektif dalam memutar casset atau cd.