TAMZIS BAITUL MAAL

"Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong" (al Qur'an Surat AnNahl ; ayat 23)

24 November 2013

On 23.44 by Tamaddun in
    Sekitar tahun 70 an , hampir semua desa memiliki pemimpin yang disebut LURAH, yang keberadaannya ditentukan oleh penduduk desa sendiri. Lurah merupakan pemimpin desa yang meliputi berbagai hal, baik urusan-urusan pembangunan fisik desa, urusan pemerintahan, urusan upacara adat, bahkan termasuk masalah spiritual. Lurah dianggap memiliki kekuatan sakral, sehingga dia juga menjadi tempat orang mencari kesembuhan dari sakit, karena 'sembur' (tiupan mulut) pak Lurah dianggap sakral dan bisa menyembuhkan penyakit.
     Di samping masalah kepemimpinan yang solid, desa jaman dahulu juga memiliki sumberdaya yang memadai. Misalnya, kebutuhan protein hewani desa bisa berasal dari ikan-ikan yang hidup liar di sungai. Kebutuhan protein desa juga bisa didapatkan dengan mudah dengan berburu kancil, atau kijang di hutan.
berbagai kebutuhan sarana produksi usaha tani juga relatif mudah didapatkan. Jika seseorang kekurangan bibit padi maka tetangganya yang berlebihan dengan sukarela berbagi untuk memberi. Pupuk kandang, serta bahan obat-obatan tradisionil pembunuh hama juga bisa didapatkan dari tetangga atau mencari di hutan secara gratis.
    Di musim kemarau, penduduk kerja bakti (gotong royong) menyumbangkan tenaga untuk memperbaiki rumah penduduk yang sedang rusak.
    Pranata-pranata sosial masyarakat desa juga berjalan dengan irama yang alami. Penduduk desa mentaati apa yang telah diputuskan dalam rembug-rembug desa. Ronda (jaga malam), bersih desa, piket  jaga air irigasi untuk sawah, semua dirembug di tempat pak LURAH, karena belum ada fasilitas balai desa dari negara, dan rumah pak LURAH relatif luas untuk pertemuan-pertemuan warga.

Desa masa kini.
    Berbagai fenomena di atas mungkin sekarang sudah banyak berubah. hampir seluruh kegiatan warga desa sekarang membutuhkan uang. Tidak ada lagi ikan gratis di sungai. Tidak ada lagi binatang buruan. Kegiatan ronda dilakukan dengan terpaksa, jika ada yang tidak bisa datang diberi sangsi denda dengan membayar sejumlah uang.Untuk belajar pangrupti layon (perawatan jenazah) saja warga dipungut sejumlah biaya. Tidak ada yang bersedia memberikan pengetahuan atau ketrampilan secara gratis. karena sistem yang ada memaksa orang untuk mengganti setiap 'jasa' guru/ustadz/kyai dengan uang.
     Sehingga, setiap hal yang tidak bisa diganti dengan uang, seakan-akan warga tidak berdaya. Termasuk masalah moral. Misalnya, seorang warga berbuat kurang sopan, maka yang bisa menegor hanya juragannya, karena sang juragan berjasa telah memberinya pekerjaan. Maka wibawa ustadz atau pak LURAH kalah dengan wibawa juragan yang punya banyak duwit.
    Warga menjadi semakin permisif dengan berbagai prilaku atau budaya yang masuk dari luar. Coba kita simak hal-hal berikut ini :
1. Model Pakaian.
   Hampir semua anggota masyarakat desa tidak peduli lagi dengan kesopanan berpakaian. pakaian muda-mudi dengan menampakkan aurat sudah tidak dianggat saru lagi. Demikian juga, wanita dewasa dengan pakaian ketat dan tipis dianggap biasa saja. Wanita desa sudah tidak malu lagi kelihatan betisnya atau paha dan dadanya di depan umum.

2. Pergaulan.
   Pergaulan antar laki2 dan perempuan sudah sangat bebas. Awalnya hanya berboncengan sepeda motor, lama kelamaan lebih dari itu, sehingga hamil di luar nikah dianggap hal biasa. Demikian juga perselingkuhan juga dianggap biasa asal suka sama suka, sehingga nilai2 suci pergaulan di desa hampir tidak ada lagi.

3. Tolong menolong.
     Budaya ini sudah hampir musnah. Yang berkembang adalah budaya hutang-piutang. Hutang piutang dalam hal uang juga sering berjalan tidak mulus, terutama diwaktu mengembalikan, pihak penghutang sering mangkir. Tingginya kredit macet merupakan akibat lemahnya budaya malu di desa jika memiliki hutang. Tidak sedikit masalah hutang-piutang ini menimbulkan pertengkaran.

4. Uang dan bisnis.
     Pola hubungan antar masyarakat di desa didominasi dengan bisnis dan uang. Pola hubungan yang murni seperti gotong royong, tolong menolong, saling membantu, sudah hampir punah. hampir segala kegiatan berorientasi bisnis dan uang. Penggunaan tenaga kerja untuk mengolah sawah, tenaga menanam padi, menyiang, memupuk serta tenaga panen semua harus diganti dengan uang. Sedangkan kegiatan semacam itu pada waktu dulu bisa saling diganti dengan tenaga, atau diimbali dengan maknan atau hasil pertanian, tidak mesti dengan uang.
    Pola bisnis bisa masuk pada ranah kebudayaan, misalnya kegiatan bersih desa bisa menjadi lahan bisnis panitia. Dengan mengundang sejumlah hiburan, maka pihak panitia bisa mendapatkan fee atau upah dari pihak yang ditanggap/diundang.     Kegiatan2 ritual mistis, ziarah kubur misalnya, juga bisa menjadi lahan bisnis panitia dan pihak2 yang terkait.

Bagaimana Memulai Desa Madani

Untuk memulai menciptakan desa madani bukan hal yang mudah. Desa madani bukan hanya desa yang diurus, dikendalikan dan di manaj oleh masyarakat desa sendiri, lebih dari itu desa madani adlah desa yangh dikelola masyarakat desa, dalam rangka menjunjung tinggi nilai2 perdesaan, serta kemanusiaan yang didasarkan kearifan lokal, serta harkat dan martabat  kemanusiaan yang tinggi.
Menciptakan desa madani bisa saja berdasrkan kesepakatan beberapa fihak di desa itu. namun, jika sebagian besar penduduk desa sudah tidak memiliki dan tidak ingin mnengangkat harkat dan martabat kemanusiaan penduduk desa, maka memulai desa madai bisa dari seorang diri.
     Di zaman yang serba materialis ini, mungkin Anda tertawa, jika seorang diri akan memulai membangun desa madani. Mengambil hikmah dari strategi yang dilakukan oleh mendiang Romo Mangun Wijaya di Gunung Kidul, maka sangat mungkin dimulai dari seorang diri bisa membangun desa madani. Romo Mangun biasa melakukan kegiatan di desa sendirian. Dengan keyakinan agamanya (walaupun penulis tidak seagama dengan Romo Mangun), Romo Mangun mampu merobah masyarakat yang kurang peduli desanya menjadi masyarakat yang peduli. bahkan beberapa orang yang tadinya tidak peduli dengan agamnya, akhiurnya berpiundah agama mengikuti jejak Romo Mangun.
    Seseorang yang hendak membangun Desa Madani mesti memiliki beberapa keyakinan nilai, di antaranya di bawah ini :

1. KEBENARAN.
2. KEBAIKAN
3. KESOPANAN
4. KEADILAN
5. MEMBERI
6. KEBERSAMAAN